Sumber: Bloomberg | Editor: Sandy Baskoro
BUENOS AIRES. Sebuah pesan terpasang di jendela Quintex, sebuah toko hardware di kota Wilde, dekat Buenos Aires. Pesan itu adalah efek dari devaluasi peso Argentina belakangan ini. Devaluasi tersebut merupakan yang terbesar sejak tahun 2002 silam.
"Untuk menghormati klien kami, toko ini tetap ditutup sampai penyedia kami menetapkan harganya," demikian bunyi pesan itu.
Pemilik toko lainnya tidak sabar menunggu. Maklumlah, pekan lalu peso Argentina (ARS) sudah merosot 15% terhadap dollar Amerika Serikat. Demi menyiasatinya, para pemilik toko menaikkan harga jual produk hingga 30%. Produk itu antara lain aneka peralatan, barang elektronik, produk anggur dan barang-barang lainnya yang tidak diatur pemerintah. Adapun pengelola supermarket akan mematuhi ketentuan harga makanan yang ditetapkan kemudian.
Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner meninggalkan Kuba pada pekan lalu, sehari sebelum dimulainya pertemuan regional. Presiden Cristina mencoba menahan kenaikan harga-harga lantaran investor kembali memasang taruhannya untuk penurunan lebih lanjut peso Argentina.
"Reaksi pertama adalah sebuah kelumpuhan hampir semua pasar barang dan jasa karena terikat nilai tukar resmi," ungkap Domingo Cavallo, yang menjabat Menteri Ekonomi Argentina pada tahun 1991, dalam sebuah wawancara telepon, Senin (27/1). Menurut dia, tak ada seorang pun yang ingin menjual barang dagangan pada harga yang mereka tidak tahu akan bergerak ke level berapa pada esok hari.
Pekan lalu, kontrak non-deliverable forward (NDF) peso Argentina dalam 12 bulan ke depan merosot 10% menjadi ARS 12 per dollar AS. Hal ini menandakan mata uang tersebut akan rontok 33% pada tahun depan dari posisi saat ini sebesar ARS 8,0014 per dollar AS.
Pasca devaluasi, pemerintah Argentina berjanji akan terus memantau harga barang di pasar. "Peralatan rumah tangga, mobil, elektronik dan barang-barang lainnya yang diimpor akan dikenakan pemantauan permanen oleh otoritas perdagangan untuk menjamin pasokan dan harga yang wajar," tulis Kepala Kabinet Jorge Capitanich, dalam akun Twitter pada Sabtu (25/1) pekan lalu. Pemerintah akan menindak tegas perusahaan yang melanggar ketentuan harga.
Inflasi tahunan Argentina diperkirakan mencapai 28%, tertinggi di Amerika Latin setelah Venezuela. Harga barang telah meningkat 3% pada Januari sebelum devaluasi. Angka inflasi berpotensi mencapai lebih dari 30% pada tahun ini, menurut Lorenzo Sigaut, Kepala Ekonom Ecolatina di Buenos Aires.
Demi memulihkan kepercayaan investor, Bank Sentral Argentina mengurangi intervensi peso untuk mempertahankan cadangan devisa yang turun ke level terendah dalam tujuh tahun terakhir.