kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Presiden Iran: Jika AS menginginkan kesepakatan, mereka harus minta maaf


Selasa, 25 Agustus 2020 / 22:22 WIB
Presiden Iran: Jika AS menginginkan kesepakatan, mereka harus minta maaf
ILUSTRASI. Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan Satuan Tugas Penanganan Virus Corona Pemerintah Iran di Teheran, Iran, 21 Maret 2020.


Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - DUBAI. Presiden Hassan Rouhani mengatakan, jika Amerika Serikat (AS) menginginkan kesepakatan dengan Iran, pertama-tama Washington harus kembali ke perjanjian nuklir Teheran 2015.

"Kebijakan tekanan maksimum Washington terhadap Iran telah gagal 100 persen," kata Rouhani dalam konferensi pers yang disiarkan langsung televisi, Selasa (25/8), seperti dikutip Reuters.

"Jika Washington menginginkan kesepakatan dengan kami, maka mereka harus meminta maaf karena keluar dari kesepakatan dan kembali ke sana," tegas Presiden Iran.

Baca Juga: Rezonans-NE, radar Iran buatan Rusia lacak jet tempur siluman F-35 milik AS

Hubungan antara kedua musuh ini semakin memanas sejak 2018, ketika Presiden AS Donald Trump membatalkan kesepakatan yang dicapai oleh pendahulunya, Barack Obama dan menerapkan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.

Menanggapi apa yang Washington sebut kampanye "tekanan maksimum" untuk memaksa Iran merundingkan kesepakatan baru, Teheran telah tunduk pada batasan utama atas aktivitas nuklir yang diberlakukan oleh perjanjian 2015.

Republik Islam menerima pembatasan pada program pengayaan uraniumnya dengan imbalan keringanan sanksi.

Baca Juga: Iran: Kebakaran di fasilitas nuklir Natanz disebabkan oleh sabotase!

Pekan lalu, Pemerintahan Trump bertindak untuk memulihkan sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran, termasuk embargo senjata yang berakhir pada Oktober nanti di bawah perjanjian 2015.

Tetapi 13 dari 15 negara di Dewan Keamanan PBB, termasuk sekutu utama AS yang menandatangani perjanjian nuklir 2015, menyuarakan penentangan terhadap langkah negeri uak Sam tersebut.

Alasannya, langkah itu tidak berlaku karena Washington menggunakan proses yang disepakati berdasarkan kesepakatan nuklir 2015 dengan enam kekuatan dunia lainnya yang telah mereka tinggalkan dua tahun lalu. 


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×