kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.916.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.830   -10,00   -0,06%
  • IDX 6.400   -41,63   -0,65%
  • KOMPAS100 918   -5,59   -0,61%
  • LQ45 717   -5,96   -0,82%
  • ISSI 202   0,24   0,12%
  • IDX30 374   -3,30   -0,87%
  • IDXHIDIV20 454   -4,95   -1,08%
  • IDX80 104   -0,73   -0,70%
  • IDXV30 110   -1,18   -1,06%
  • IDXQ30 123   -1,18   -0,95%

Produksi Minyak AS Diprediksi Capai Puncak pada 2027, Era Shale Boom Segera Berakhir


Rabu, 16 April 2025 / 09:05 WIB
Produksi Minyak AS Diprediksi Capai Puncak pada 2027, Era Shale Boom Segera Berakhir
ILUSTRASI. Produksi minyak Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada level 14 juta barel per hari (bph) pada tahun 2027 dan bertahan hingga akhir dekade ini, sebelum menurun drastis. REUTERS/Dado Ruvic


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Produksi minyak Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada level 14 juta barel per hari (bph) pada tahun 2027 dan bertahan hingga akhir dekade ini, sebelum menurun drastis.

Hal ini disampaikan oleh Administrasi Informasi Energi AS (EIA) dalam laporan Annual Energy Outlook terbaru yang dirilis Selasa (15/4).

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Cenderung Stabil Selasa (15/4), Pasar Cermati Arah Baru Tarif AS

EIA memproyeksikan, produksi dari negara produsen minyak terbesar dunia tersebut akan menyusut menjadi sekitar 11,3 juta bph pada tahun 2050, dari sekitar 13,7 juta bph pada tahun ini.

Proyeksi ini menunjukkan bahwa ledakan produksi minyak serpih (shale boom) AS yang telah berlangsung hampir dua dekade kian mendekati akhir.

Departemen Energi AS menyalahkan kebijakan Presiden Joe Biden sebagai penyebab "jalur bencana" bagi masa depan energi domestik.

Namun, data menunjukkan bahwa rekor produksi baru justru tercapai selama masa kepemimpinan Biden pada 2023 dan 2024.

Selain itu, izin pengeboran juga diterbitkan lebih cepat dibandingkan masa jabatan awal mantan Presiden Donald Trump.

Ironisnya, kebijakan Trump sendiri yang menerapkan tarif besar terhadap mitra dagang AS dinilai turut menekan para produsen minyak serpih.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun Setelah IEA Pangkas Proyeksi Permintaan Dunia

Organisasi Energi Internasional (IEA) yang berbasis di Paris menyatakan bahwa tarif tersebut meningkatkan biaya bahan baku seperti baja dan peralatan, sehingga menghambat ekspansi produksi.

IEA bahkan menurunkan proyeksi permintaan global dan produksi minyak AS untuk tahun 2025.

Kenny Zhu, analis riset dari Global X, menilai bahwa meskipun sektor minyak sempat menyambut positif pelonggaran perizinan oleh Trump, volatilitas harga akibat ketidakpastian pasar membuat banyak produsen mengurangi investasinya.

EIA mencatat, produksi minyak serpih AS diperkirakan memuncak di 10 juta bph pada 2027, naik dari 9,69 juta bph tahun ini.

Namun produksi akan kembali menurun menjadi sekitar 9,33 juta bph pada tahun 2050.

Baca Juga: Permintaan Minyak Global Melemah, IEA Pangkas Proyeksi 2025 di Tengah Perang Dagang

Permintaan Minyak AS Mulai Mendatar

Permintaan minyak di AS yang sempat melonjak pasca pandemi COVID-19 diprediksi akan stagnan mulai tahun depan.

Data EIA menunjukkan, permintaan total (total product supplied) akan naik tipis dari 20,51 juta bph pada 2024 menjadi 20,52 juta bph pada 2025.

Sebagai catatan, konsumsi minyak AS sebelum pandemi—pada 2019—berada di level 20,54 juta bph. Rekor tertinggi sepanjang masa terjadi pada 2005, yaitu sebesar 20,80 juta bph.

Akibat meningkatnya tensi perdagangan antara AS dan China, EIA juga menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan global untuk tahun ini dan tahun depan, serta merevisi turun estimasi harga minyak dunia dan produksi minyak AS untuk 2025–2026.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Tipis Selasa (15/4), Ditopang Ekspektasi Keringanan Tarif AS

EIA kini memperkirakan harga minyak Brent—patokan harga internasional—rata-rata akan berada di level US$67,87 per barel tahun ini, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar US$74,22.

Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI)—patokan AS—diperkirakan rata-rata US$63,88 per barel pada 2025, turun hampir US$7 dari proyeksi sebelumnya.

Per Selasa (15/4), kontrak berjangka Brent diperdagangkan di bawah US$65 per barel, turun sekitar 13% sejak awal tahun. Adapun WTI berada di kisaran US$61,25 per barel, melemah sekitar 14% secara tahunan.

Selanjutnya: Dihantam Perang Dagang Trump, Ekspor Sorgum AS ke China Merosot

Menarik Dibaca: Resep Bakmi Goreng Halal Ala Restoran Cina, Gurih dan Wanginya Menggugah Selera



TERBARU

[X]
×