kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Putus dari Eropa, Rusia berpaling ke China


Kamis, 14 Februari 2013 / 14:26 WIB
Putus dari Eropa, Rusia berpaling ke China
ILUSTRASI. Pengisian bahan bakar avtur pesawat udara yang dilakukan Pertamina.


Sumber: Reuters |

LONDON/MOSKOW. Perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft tengah berusaha mencari pinjaman senilai US$ 30 miliar dari China. Dari dana tersebut, Rusia berencana menjadikan Beijing sebagai konsumen terbesar. Jika pinjaman tersebut berhasil didapat, selanjutnya Rosneft bisa mengalihkan pasokannya dari Eropa untuk China.

Empat sumber eksekutif yang berasal dari industri minyak membisikkan, terkait pinjaman, Rosneft sedang melakukan pembicaraan dengan perusahaan milik negara asal China yakni CNPC yang dalam satu dekade terakhir meneken kesepakatan senilai US$ 25 miliar dengan perusahaan Rusia itu.

Masih dari sumber yang sama, perusahaan minyak yang dikendalikan oleh Kremlin ini sedang mempertimbangkan untuk menggandakan pasokannya ke China.

"Ini menjadi kombinasi pilihan pengiriman minyak, strateginya adalah meningkatkan pasokan ke China hingga dua kali lipat," kata salah satu narasumber, rabu (13/2). Menurutnya, alasan Rusia meminjam dana dari China sangat sederhana, Beijing memiliki cadangan devisa senilai US$ 3,3 triliun.

Sekali lagi jika berhasil, ini adalah kesepakatan pinjaman pertama yang dilakukan antara dua perusahaan raksasa sebagai produsen dan konsumen terbesar di dunia.

Rencana ini berangkat dari perselisihan antara Rusia dan negara-negara tetangganya yang memotong pasokan gas dan minyak ke Eropa beberapa kali. Uni Eropa akhirnya mengkritik dan memastikan diri tak banyak mengonsumsi sumber energi dari Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin membalas Eropa dengan menegaskan bahwa Moskow akan mengalihkan lebih banyak energi ke Asia.

Sejak saat itu, Rusia terus meningkatkan ekspor minyak mentah ke Asia dengan mamangkas pengiriman ke Eropa. Tahun lalu, 15% ekspor minyak Rusia mengalir melalui pipa ke China dan pantai Pasifik.

Dengan begitu, pangsa pasar Rusia ke Asia akan berjumlah lebih dari seperlima dari keseluruhan ekspor milik produsen minyak di dunia dan menjadikan negara itu sebagai eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi.

China mulai defisit minyak

Sebenarnya, hubungan antara Moskow dan Beijing acap kali menemui jalan yang rumit di masa lalu akibat sengketa tarif pengiriman minyak di sepanjang pipa yang ada.

Hubungan keduanya membaik setelah Rusia setuju untuk menerapkan diskon harga pasokan.

Sang sumber membeberkan, kesepakatan besar ini tak mudah diselesaikan dan memerlukan waktu yang cukup panjang karena terdapat perbedaan pilihan cara mengirimkan minyak.

Yang pasti, Rusia mengandalkan output dari Siberia Timur, daerah yang paling dekat dengan China. "Permasalahannya, sebenarnya mereka tidak tahu di mana bisa mendapat sumber minyak dan isu rute adalah salah satu yang signifikan untuk dibahas," tambah salah satu sumber.

Sumber pertama mengatakan pembicaraan berpusat pada rencana penggandaan kapasitas pipa yang ada di China dengan membangun link pararel dan pengiriman bisa dilakukan di pelabuhan Kozmino.

"Membangun link paralel tentu tidak semahal pembangunan awal," katanya.

Sumber kedua menghitung, link kedua merupakan pilihan mahal dan Rusia bisa memilih mempertahankan jumlah pipa yang ada tapi meningkatkan kapasitas dengan menambahkan stasiun pompa.

Kemudian, sumber ketiga mengatakan China siap memberi pinjaman asalkan Rosneft setuju mengalirkan minyak lewat Kazakhstan karena menipisnya volume pengiriman dari negeri itu.

"Diskusi-diskusi ini berlangsung pada tingkat kerja," kata Wakil Perdana Menteri Rusia, Arkady Dvorkovich ketika ditanya tentang kemungkinan pengiriman meskipun lewat Kazakhstan, negeri yang bersengketa soal minyak dengan Rusia, Rabu (13/2).

Namun, kata sumber keempat, Transneft secara keras menentang rencana itu karena akan mengurangi pendapatan transportasi.

Perusahaan Rusia terdesak dana

Apa pun pendekatan yang dibahas, pendanaan merupakan masalah yang mendesak untuk Rosneft.

Sebanyak US$ 40 miliar untuk menyelesaikan akuisisi TNK-BP dan menjadi produsen minyak terbesar yang terdaftar di dunia. Perusahaan ini berhasil mengantongi pinjaman sindikasi senilai US$ 10 miliar dari Vitol dan Glencore.

Dalam waktu yang bersamaan, Transneft memerlukan miliaran dollar untuk meresmikan ladang besar baru di Arktik dan membiayai program modernisasi kilang senilai US$ 25 miliar.

Perlu diketahui, kesepakatan sebelumnya, Rosneft dan Transneft meminjam uang untuk meraih aset Yukos, perusahaan minyak yang dinasionalisasikan Rusia. Dari sini lah mereka setuju untuk membangun jaringan pipa untuk menyuplai kebutuhan minyak China sebesar 300.000 barel per hari selama 15 tahun.

Atas semua itu, Rosneft menangkis kabar tersebut dan menyatakan tidak dalam pembicaraan tentang pinjaman dari China. Perusahaan ini juga menolak menjawab kemungkinan ke depan untuk bekerja sama dengan China.

Yang pasti, Kepala Transneft, Nikolai Tokarev, pada pekan ini mengatakan bahwa pengiriman ke China akan meningkat dari waktu ke waktu.

"Kami adalah tetangga dan perlu mengembangkan hubungan, terutama mengingat bahwa China mengalami defisit minyak yang cukup serius," katanya kepada harian bisnis Kommersant.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×