Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Charlie Munger, wakil ketua Berkshire Hathaway sekaligus rekan dekat Warren Buffett, pernah mengingatkan satu hal penting bagi investor: jika tidak siap menghadapi penurunan nilai portofolio hingga 50%, maka jangan berharap memperoleh hasil investasi yang luar biasa.
Aturan ini terdengar sederhana, tapi menjadi ujian terberat bagi siapa pun yang ingin serius berinvestasi di saham jangka panjang.
Dalam wawancara dengan BBC pada 2009, Munger menyebut bahwa investor yang tidak bisa tetap tenang menghadapi penurunan 50% dalam harga saham dua atau tiga kali dalam satu abad “tidak layak menjadi pemegang saham biasa” dan hanya akan mendapatkan hasil medioker.
Baca Juga: 5 Strategi Investasi Buffett untuk Portofolio Tahan Banting
Contohnya nyata pada krisis keuangan global 2008, ketika saham Berkshire Hathaway sempat anjlok lebih dari separuh nilainya, nasib serupa dialami banyak perusahaan besar lainnya.
Taylor Kovar, CEO 11 Financial, menegaskan bahwa penurunan tajam seperti itu adalah bagian alami dari investasi.
“Kalau ingin menikmati pertumbuhan jangka panjang, Anda harus siap bertahan ketika pasar bergejolak,” ujarnya kepada Investopedia, seperti dikutip Senin (20/10/2025).
Munger dan para ahli sepakat, banyak investor gagal karena tidak siap menghadapi gejolak besar. Saham-saham unggulan seperti Amazon, Apple, hingga Berkshire Hathaway sendiri pernah merosot hingga 50%, namun kemudian kembali bangkit.
Baca Juga: Daftar Saham Unggulan Warren Buffett dan Strategi Investasinya
Masalahnya, sebagian besar investor justru panik dan menjual saat harga jatuh, sehingga kehilangan kesempatan saat pasar pulih.
Kovar menekankan pentingnya persiapan. Investor perlu memastikan tak ada satu investasi pun yang bisa merusak seluruh portofolio, menjaga likuiditas agar tak terpaksa menjual di waktu buruk, dan memiliki rencana sebelum pasar berfluktuasi.
Menurutnya, keputusan bertahan atau keluar dari saham saat harga turun harus didasari pada fundamental perusahaan.
“Jika kepemimpinan dan neracanya tetap kuat, penurunan bisa jadi peluang beli. Tapi kalau dasarnya sudah berubah, mungkin saatnya keluar,” katanya.
Bagi Munger, terlalu berhati-hati juga berisiko. Menghindari saham demi keamanan jangka pendek sering kali membuat investor gagal mengimbangi inflasi dan kehilangan peluang membangun kekayaan jangka panjang.
Baca Juga: 10 Saham Unggulan Warren Buffett di 2025
Bermain aman bisa melindungi dari kerugian sesaat, tetapi juga berarti melewatkan kebangkitan besar pasar.
Aturan 50% Munger bukan sekadar nasihat, melainkan ujian mental bagi investor sejati. Sejarah menunjukkan, bahkan perusahaan terbaik pun pernah jatuh dalam. Namun mereka yang bertahan justru menikmati hasil terbesar.
Investor yang siap menghadapi badai pasar dan memiliki ketahanan emosional akan lebih mampu memetik pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.