Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON - Presiden Joe Biden akan bertemu dengan sekutu Timur Tengahnya, Raja Yordania Abdullah II.
Pertemuan akan digelar di Gedung Putih pada hari Senin (6/5) dengan pembahasan mengenai prospek gencatan senjata di Gaza. Perundingan genjatan senjata yang tampaknya tipis untuk mencapai kesepakatan, dan kelompok Pejuang Kemerdekaan Palestina Hamas dan para pejabat Israel saling menyalahkan atas kebuntuan tersebut.
Pada hari Minggu, Hamas menegaskan kembali tuntutannya untuk mengakhiri perang dengan imbalan pembebasan sandera. Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu keukeuh menolak tuntutan Hamas tersebut.
Baca Juga: Raja Yordania Abdullah: Perang "Brutal" Israel Ciptakan Generasi Yatim Piatu di Gaza
Di sisi lain Israel menuding Hamas terus menyerang di Perbatasan Kerem Shalom ke Gaza yang menurut Israel telah menewaskan tiga tentaranya.
Sebaliknya Israel juga memobilisasi tantara dan mengusir warga di Rafah Palestina dan memulai serangan darat di wilayah tersebut.
Seorang diplomat Yordania mengatakan kepada Reuters bahwa pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dengan Raja Abdullah pada hari Senin, bukanlah pertemuan bilateral formal, tetapi pertemuan pribadi informal.
Pertemuan ini terjadi ketika pemerintahan Biden dan para pejabat Israel masih berselisih mengenai rencana serangan militer Israel di kota Rafah di Gaza selatan, di mana Israel mengusir warga Palestina untuk meninggalkan rumah mereka pada hari Senin. Israel bahkan tak segan menembak mati warga yang enggan menuruti perintah pengusiran itu.
Baca Juga: Joe Biden: Pendudukan Israel di Gaza adalah Kesalahan Besar
Joe Biden terakhir kali bertemu Raja Abdullah di Gedung Putih pada bulan Februari 2023, dan kedua sekutu lama tersebut membahas sejumlah tantangan yang menakutkan, termasuk serangan darat Israel yang akan terjadi di Gaza selatan dan penderitaan warga sipil Palestina.
Yordania dan negara-negara Arab lainnya sangat kritis terhadap tindakan Israel dan menuntut gencatan senjata sejak pertengahan Oktober ketika korban sipil mulai meroket.
Perang dimulai setelah Hamas secara mengejutkan mampu menyerang Israel dengan serangan lintas batas pada 7 Oktober yang diklaim Israel telah menewaskan 1.200 orang dan 252 sandera.
Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Bekali Israel Senjata Baru Senilai US$ 18 miliar Termasuk F-15
Sebagai balasan Israel membunuh lebih dari 34.600 warga Palestina dan lebih dari 77.000 orang terluka dalam serangan Israel, menurut kementerian kesehatan Gaza.
Biden terakhir kali berbicara dengan Netanyahu pada 28 April dan “menegaskan kembali posisinya yang jelas” mengenai kemungkinan invasi ke Rafah, kata Gedung Putih. Presiden AS telah vokal dalam tuntutannya agar Israel tidak melakukan serangan darat di Rafah tanpa rencana untuk melindungi warga sipil Palestina.
Ketika protes pro-Palestina meletus di kampus-kampus AS, Biden menghadapi tekanan politik yang semakin besar untuk meyakinkan Israel agar menunda invasi. Biden membahas kerusuhan kampus terkait perang di Gaza pekan lalu, namun mengatakan protes kampus tidak memaksanya untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya di Timur Tengah.