Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
HONG KONG. Di saat Amerika dan Eropa berupaya keras keluar dari jebakan krisis finansial, kiblat ekonomi dunia kini beralih ke Asia Pasifik. Perusahaan di kawasan ini terus mengintip peluang ekspansi. Lihat saja, volume kredit sindikasi di kawasan itu tumbuh 15,5% year-on-year menjadi US$ 164,5 miliar selama semester pertama 2013. Jumlah itu tidak termasuk kredit yang mengucur di Jepang.
Dari jumlah tersebut, aksi merger dan akuisisi (M&A) menjadi pendorong utama aliran kredit. Di periode yang sama, pinjaman untuk kebutuhan M&A di Asia Pasifik mencapai US$ 30,5 miliar atau setara 18,5% total volume kredit di kawasan itu. Angka kredit ini naik 7,4% dibandingkan realisasi kredit M&A di tahun lalu yang senilai US$ 28,4 miliar, seperti dikutip Reuters, Jumat (28/6).
Pencapaian tersebut menjadikan tahun 2013 sebagai periode aktivitas M&A terbesar kedua dalam 10 tahun terakhir. Salah satu kredit jumbo untuk M&A di tahun ini mencapai US$ 4 miliar. Pinjaman itu untuk mendukung aksi produsen daging babi asal China, Shuanghui International, yang mengakuisisi perusahaan asal Amerika Serikat, yakni Smithfield Foods. Adalagi aksi akuisisi yang dibiayai kredit jumbo, yakni China Mengniu Dairy, produsen susu terbesar di China, yang siap mencaplok Yashili International Holdings senilai US$ 1,47 miliar.
Realisasi pinjaman pada paruh pertama tahun ini mendekati rekor tahunan kredit M&A yang tercipta pada 2007 silam, dengan nilai US$ 80 miliar.
Ada 22 pinjaman M&A yang tercatat pada semester I 2013. Salah satu aksi fenomenal adalah langkah TCC Group (Thailand) membeli Fraser & Neave (Singapura). Nilai pinjaman untuk aksi ini mencapai US$ 7,3 miliar, yang dikucurkan hanya oleh dua perbankan Singapura. Guyuran kredit itu merupakan pinjaman M&A paling besar dalam satu dekade terakhir.
Kemudian ada pinjaman M&A senilai US$ 6 miliar, untuk menyokong China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) mengambilalih perusahaan minyak Kanada, Nexen Inc.
Ada lagi kredit senilai US$ 6 miliar untuk perusahaan ritel CP All Pcl (Thailand) membeli Siam Makro Pcl, serta pinjaman US$ 1,85 miliar untuk SapuraKencara (Malaysia) mengakuisisi perusahaan rig, Seadrill.
Sebagian besar aktivitas M&A di Asia Pasifik berasal dari perusahaan China. Ekspansi perusahaan Negeri Tembok Raksasa ini hingga ke luar negeri.
Bukan hanya China, korporasi yang berbasis di Asia Tenggara juga cukup gencar melakukan merger dan akuisisi. Pada semester pertama 2013, Pinjaman M&A di wilayah ini mencapai US$ 43,4 miliar, tumbuh 75,71% year-on-year. Sebagian besar pinjaman berasal dari dua transaksi M&A utama di Thailand, yang biasanya memiliki pasar relatif kecil.
Sedangkan transaksi M&A di Indonesia, yang meraih status investment grade pada tahun lalu, mengalami kelebihan permintaan. Di semester I 2013, perbankan Indonesia mengucurkan pinjaman US$ 6 miliar, melonjak 82% dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 3,3 miliar.
Di awal tahun ini, perusahaan minyak milik pemerintah Indonesia, PT Pertamina, meraih pinjaman bertenor lima tahun senilai US$ 965 juta dari 29 kreditur. Pada bulan lalu, sindikasi 33 bank mengucurkan pinjaman lima tahun senilai US$ 475 juta kepada PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).
"Saya tak pernah melihat lebih dari 20 bank ritel di Indonesia mencapai kesepakatan ini sejak krisis 2007," ucap Boey Yin Chong, Managing Director Bank DBS yang terlibat dalam sindikasi pembiayaan tersebut. Dia bilang, investor ingin melakukan diversifikasi dan Indonesia menjadi saluran investasi yang paling tepat.