kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ratusan kelompok HAM mendesak PBB berlakukan embargo senjata di Myanmar


Kamis, 06 Mei 2021 / 07:00 WIB
Ratusan kelompok HAM mendesak PBB berlakukan embargo senjata di Myanmar
ILUSTRASI. Seorang wanita menunjukkan hormat tiga jari selama upacara doa bagi mereka yang meninggal di Myanmar selama protes anti-kudeta, di depan gedung PBB di Bangkok, Thailand 4 Maret 2021.


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - LONDON. Human Rights Watch, Amnesty International, dan lebih dari 200 kelompok masyarakat sipil dan HAM lainnya meminta Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan embargo senjata di Myanmar.

Tuntutan disampaikan pada hari Rabu (5/5) dengan harapan bisa melindungi warga sipil yang secara damai memprotes kudeta militer di Myanmar.

Sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari lalu, Myanmar telah diwarnai serangkaian unjuk rasa setiap harinya. Gelombang kekerasan ikut muncul dari pasukan keamanan dan menewaskan ratusan warga sipil.

"Menerapkan embargo senjata global terhadap Myanmar adalah langkah minimum yang diperlukan Dewan Keamanan untuk menanggapi kekerasan militer yang meningkat," ungkap kelompok masyarakat sipil dan HAM dari seluruh dunia dalam pernyataan bersama.

Sayangnya, harapan para aktivis ini mungkin akan sulit terwujud dalam waktu dekat. Kelima belas anggota Dewan Keamanan PBB terhalang oleh China dan Rusia, pemegang hak veto, yang kini melindungi Myanmar.

Baca Juga: Ledakan dari bom parsel di Myanmar telah menewaskan lima orang

Penolakan terhadap sanksi juga telah diungkapkan oleh Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun pada Senin (3/5) lalu. Jun menilai bahwa penerapan sanksi adalah langkah terakhir yang bisa diambil.

"Kami tidak mendukung pemberian sanksi dan kami menganggapnya sebagai upaya terakhir dalam menangani konflik," ungkap Jun, seperti dikutip Reuters.

Dewan Keamanan PBB telah beberapa kali mengadakan pertemuan khusus untuk menentukan sikap terkait kudeta militer di Myanmar. Sayangnya, keputusan sulit dicapai karena China dan Rusia masih berpihak pada Myanmar.

Dewan Keamanan PBB bahkan belum menyebut gejolak politik di Myanmar tersebut sebagai sebuah kudeta karena tidak disetujui oleh China dan Rusia. Sejauh ini Dewan Keamanan hanya mengeluarkan pernyataan resmi berisi keprihatinan dan mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Pernyataan tersebut dianggap terlalu lembek oleh para aktivis kemanusiaan. Mereka meminta Dewan Keamanan untuk membawa konsensusnya tentang Myanmar ke tingkat lanjut dan menyetujui tindakan cepat dan substantif.

Selanjutnya: Hadiri KTT ASEAN, Jokowi serukan agar kekerasan militer di Myanmar dihentikan




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×