Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - LONDON. Penggunaan mata uang kripto saat ini bagaikan pisau bermata dua. Dimana, mata uang ini telah diakui beberapa negara sebagai alat pembayaran namun juga kerap kali digunakan secara ilegal.
Bagaimana tidak, perusahaan analisis blockchain, Chainalysis mengungkapkan bahwa penggunaan mata uang kripto ilegal sepanjang 2022 mencapai rekor dengan nilai US$ 20,1 miliar.
“Transaksi yang terkait dengan entitas yang terkena sanksi meningkat lebih dari 100.000 kali lipat pada tahun 2022 dan merupakan 44% dari aktivitas terlarang tahun lalu,” kata Chainalysis dikutip dari Reuters, Jumat (13/1).
Laporan itu juga mencatat bahwa angka untuk tahun 2021 direvisi menjadi US$ 18 miliar dari US$ 14 miliar karena lebih banyak penipuan ditemukan.
Memang, pasar mata uang kripto bisa dibilang loyo pada tahun 2022, karena selera risiko berkurang dan berbagai perusahaan kripto runtuh. Investor dibiarkan dengan kerugian besar dan regulator meningkatkan seruan untuk lebih banyak perlindungan konsumen.
Baca Juga: Menimbang Penerapan Strategi Dollar Cost Averaging untuk Hadapi Crypto Winter
Laporan Chainalysis mencatat dana yang diterima oleh platform pertukaran kripto asal Rusia, Garantex, menyumbang sebagian besar volume terlarang tahun 2022. Seorang juru bicara Chainalysis mengatakan dompet ditandai sebagai "ilegal" jika mereka adalah bagian dari entitas yang terkena sanksi.
Amerika Serikat juga menjatuhkan sanksi tahun lalu pada layanan pencampuran mata uang kripto Blender dan Tornado Cash, yang katanya digunakan oleh peretas, termasuk dari Korea Utara, untuk mencuci hasil miliaran dolar dari kejahatan dunia maya mereka.
Volume dana kripto yang dicuri naik 7% tahun lalu, tetapi transaksi crypto ilegal lainnya termasuk yang terkait dengan penipuan, ransomware, pendanaan terorisme, dan perdagangan manusia, mengalami penurunan volume.
"Kami telah menemukan di masa lalu bahwa penipuan kripto, misalnya, menghasilkan lebih sedikit pendapatan selama pasar bearish." kata Chainalysis.
Chainalysis mengatakan estimasi US$ 20,1 miliar hanya mencakup aktivitas yang tercatat di blockchain, dan mengecualikan kejahatan "off-chain" seperti penipuan akuntansi oleh perusahaan kripto.
“Angka tersebut juga mengecualikan ketika mata uang adalah hasil dari kejahatan yang tidak terkait dengan kripto, seperti ketika cryptocurrency digunakan sebagai alat pembayaran dalam perdagangan narkoba,” kata Chainalysis.