Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom terkemuka asal Amerika Serikat, Steve Hanke, kembali mengeluarkan peringatan serius mengenai kondisi ekonomi global.
Dalam wawancaranya dengan David Lin pada 21 Juni, Hanke menegaskan bahwa resesi kini berada di jalur yang tak dapat dibalikkan, dan akan menghantam pada paruh kedua tahun 2025.
Penurunan Jumlah Uang Beredar Jadi Sinyal Bahaya
Hanke, yang juga merupakan Profesor Ekonomi Terapan di Johns Hopkins University, menyatakan bahwa penurunan berkelanjutan dalam jumlah uang beredar merupakan indikator kuat akan terjadinya kontraksi ekonomi. Ia menyebut fenomena ini sebagai "kereta lambat yang pasti tiba pada tujuannya."
Baca Juga: Setiap Warga Amerika Kini Jadi Target! Peringatan Keras Iran Usai Serangan AS
“Begitu jumlah uang menyusut, dampaknya akan terasa dalam waktu yang panjang dan tak menentu, namun hasil akhirnya hampir selalu sama: aktivitas ekonomi melambat,” jelas Hanke.
Menurutnya, sebagian besar ekonom saat ini gagal mempertimbangkan faktor jumlah uang beredar dalam proyeksi mereka mengenai kondisi ekonomi masa depan.
Data Lunak dan Ketenagakerjaan Lulusan Baru
Selain faktor moneter, Hanke juga menyoroti indikator data lunak yang mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi. Salah satu indikator tersebut adalah semakin sulitnya lulusan perguruan tinggi baru mendapatkan pekerjaan.
Ia menjelaskan bahwa dunia usaha kini semakin enggan merekrut tenaga kerja baru, terutama yang belum berpengalaman, karena dianggap sebagai investasi sumber daya manusia yang berisiko tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik.
Ketidakpastian Rezim di Era Donald Trump
Hanke menegaskan bahwa ketidakpastian kebijakan—yang ia sebut sebagai “regime uncertainty”—semakin memperburuk situasi. Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, perubahan yang sulit diprediksi dalam tarif dan regulasi membuat banyak pelaku usaha menahan diri dari melakukan investasi jangka panjang.
Baca Juga: Trump Pertimbangkan Tambahan 36 Negara dalam Larangan Perjalanan, Cek Daftarnya
“Pelaku bisnis dan investor memilih menunggu kejelasan arah kebijakan sebelum mengambil langkah besar,” ungkap Hanke.
Situasi ini, menurutnya, sangat mirip dengan era New Deal pada tahun 1930-an, ketika kebijakan ekonomi yang tidak konsisten justru memperpanjang masa stagnasi.
Geopolitik Timur Tengah Perparah Ketidakpastian
Tak hanya persoalan domestik, ketegangan geopolitik juga menambah beban terhadap perekonomian global. Keterlibatan militer AS dalam perang antara Israel dan Iran semakin meningkatkan ketidakpastian pasar, menekan kepercayaan investor, dan menghambat pertumbuhan.
Hanke sebelumnya telah menyatakan bahwa kemungkinan terjadinya resesi pada tahun 2025 mencapai 90 persen, terutama akibat ketidakpastian perdagangan dan kebijakan. Dengan makin banyaknya indikator yang mengarah pada perlambatan, proyeksi ini kini tampak semakin mendekati kenyataan.