Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek lapangan golf mewah yang didukung keluarga Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Vietnam menuai kontroversi setelah ribuan petani di Provinsi Hung Yen diminta mengosongkan lahan pertanian mereka.
Sebagai ganti, pemerintah menawarkan kompensasi yang dinilai sangat rendah—bahkan hanya setara dengan persediaan beras untuk beberapa bulan.
Kompensasi Minim: US$3.200 dan Beras untuk Lahan Puluhan Tahun
Nguyen Thi Huong, seorang petani berusia 50 tahun, mengaku sulit tidur sejak menerima pemberitahuan untuk meninggalkan lahannya seluas 200 meter persegi. Lahan tersebut selama ini menjadi sumber penghidupannya, namun ia hanya ditawari US$3.200 dan persediaan beras sebagai ganti rugi. Jumlah tersebut bahkan lebih kecil dari rata-rata pendapatan tahunan di Vietnam.
Menurut enam sumber dan dokumen yang dilihat Reuters, ribuan warga menerima tawaran serupa dari otoritas setempat, dengan kisaran US$12 hingga US$30 per meter persegi tergantung lokasi dan ukuran lahan. Beberapa dokumen juga menyebut kompensasi tambahan untuk tanaman yang dicabut serta beras untuk dua hingga dua belas bulan.
Baca Juga: Trump Ambil Alih Kepolisian Washington D.C. dan Kerahkan Garda Nasional
Proyek Lapangan Golf Pertama Trump di Vietnam
Proyek seluas 990 hektare ini akan dibangun di atas lahan perkebunan buah seperti pisang dan longan. Kinhbac City Development bersama mitra lokal akan mengembangkan lapangan golf setelah membayar US$5 juta kepada Trump Organization untuk lisensi merek. Nantinya, Trump Organization akan mengelola klub tersebut, meskipun tidak terlibat dalam pendanaan dan pembayaran kompensasi.
Persetujuan proyek ini dipercepat oleh pemerintah Vietnam di tengah negosiasi perjanjian dagang penting dengan Washington. Peletakan batu pertama berlangsung pada Mei lalu, dihadiri Perdana Menteri Pham Minh Chinh dan Eric Trump, Wakil Presiden Senior Trump Organization.
Petani Kehilangan Kendali atas Tanah
Di Vietnam, tanah pertanian dimiliki negara dan petani hanya mendapat hak guna jangka panjang. Pemerintah dapat mengambil kembali lahan untuk keperluan proyek, dan ruang negosiasi bagi petani sangat terbatas. Protes sering terjadi, tetapi jarang membuahkan hasil.
Nguyen Thi Chuc, 54 tahun, yang memiliki lahan 200 meter persegi di area proyek, mengaku cemas. “Saya sudah tua, tidak bisa bekerja di bidang lain selain bertani,” ujarnya. Sementara itu, Do Dinh Huong mengatakan ia akan rela melepas lahannya dengan harga rendah jika untuk infrastruktur publik, namun ia mempertanyakan manfaat proyek bisnis seperti ini bagi masyarakat.
Baca Juga: Trump Desak China Lipatgandakan Impor Kedelai AS, Harga Naik di Bursa Chicago
Dampak Ekonomi yang Terbagi Dua
Meski banyak petani merasa dirugikan, sebagian warga melihat peluang ekonomi. Le Van Tu, 65 tahun, pemilik warung makan dekat lokasi proyek, berencana memperbesar usahanya menjadi restoran untuk melayani wisatawan kaya. Ia juga senang karena peternakan babi di dekatnya akan ditutup: “Tidak akan bau lagi.”
Harga tanah di desa tersebut dilaporkan naik hingga lima kali lipat sejak pengumuman proyek pada Oktober lalu.