Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Kejatuhan ekonomi yang meluas akibat wabah virus corona dan konsumsi yang melemah memaksa Bank of Japan untuk mengirim sinyal kuat bahwa mereka cenderung tidak lagi mengejar target inflasi 2%, menurut sumber yang akrab dengan permasalahan ini.
Mengutip Reuters, Selasa (18/2), sumber Reuters mengatakan, setelah bertahun-tahun mencoba menaklukkan deflasi dengan menetapkan tujuan harga yang ambisius, memudarnya prospek pemulihan ekonomi dan berkurangnya perangkat kebijakan membuat Bank of Japan lebih terbuka untuk mengakui bahwa yang terbaik yang bisa dilakukan adalah menjaga ekonomi tetap bertahan.
Baca Juga: BOJ keeps policy steady, nudges up economic growth forecasts
Kebutuhan untuk melindungi ekonomi Jepang dari penurunan tajam menjadi tugas yang lebih mendesak bagi BOJ, terutama karena risiko eksternal seperti perang dagang AS-China dan wabah virus corona di China melemahkan kemampuannya untuk menciptakan siklus pertumbuhan yang baik.
"Meskipun target inflasi tetap sangat penting, fokus kebijakan BOJ telah bergeser ke arah menjaga ekonomi pada jalur pemulihan yang berkelanjutan," ujar salah satu sumber tersebut seperti dikutip Reuters.
Ekonomi Jepang turun dalam laju tercepat selama enam tahun pada kuartal yang berakhir Desember karena pelemahan konsumsi.
Beberapa analis melihat Jepang terjerumus ke dalam resesi lantaran wabah virus corona mengganggu rantai pasok dan menghantam industri pariwisata.
Yang memperburuk masalah adalah kenaikan harga barang dan jasa yang pernah dilihat BOJ sebagai tanda kemajuan, tetapi sekarang justru dilihat sebagai penghambat konsumsi domestik di tengah tekanan global yang semakin intensif.
Untuk satu hal, harga-harga didorong oleh perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan biaya tenaga kerja dan material yang lebih tinggi kepada konsumen, daripada dorongan inflasi yang mencerminkan meningkatnya permintaan.
Permintaan yang kurang menjadi masalah abadi di Jepang dan satu yang telah dicoba oleh pembuat kebijakan untuk diatasi selama beberapa dekade, namun sebagian besar gagal.
BOJ telah melonggarkan target inflasi 2% setelah bertahun-tahun stimulus besar-besaran hanya berhasil menaikkan sebagian inflasi bahkan ketika ekonomi berada dalam kondisi yang baik.
Sekarang, ketika ekonomi melambat dan menghadapi gangguan bisnis akibat virus corona, pembuat kebijakan bank sentral mengalihkan perhatian mereka lebh jauh dari tujuan inflasi, kata sumber tersebut.
Baca Juga: BOJ cuts economic view on three regions, stays cautiously optimistic
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda dan eksekutif BOJ lainnya tidak lagi menekankan kesiapan mereka untuk mencapai target inflasi. Sebaliknya, mereka mengatakan BOJ akan dengan sabar mempertahankan stimulus saat ini untuk menangkis risiko pemulihan Jepang.
"Kita perlu mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan moneter jika wabah virus corona secara signifikan mempengaruhi ekonomi Jepang," kata Kuroda dalam sebuah wawancara surat kabar.
Ekonomi Jepang terhenti pada periode Juli-September tahun lalu karena perang dagang AS-China merugikan ekspor.
Kenaikan pajak penjualan mengurangi konsumsi pada kuartal berikutnya, menghancurkan harapan BPJ bahwa permintaan domestik yang kuat akan mengimbangi kelemahan ekspor.
Pengeluaran rumah tangga terpukul karena semakin banyak perusahaan menaikkan harga bertepatan dengan kenaikan pajak untuk meneruskan kenaikan biaya tenaga kerja kepada konsumen.
Coca-Cola Bottlers Japan Holdings Inc tahun lalu menaikkan harga minuman soda botol untuk pertama kalinya dalam 27 tahun, sementara Calbee Inc menaikkan harga beberapa makanan ringan dan Nissin Food Products untuk mie cupnya.
Bank sentral merilis riset tahun lalu dengan alasan bahwa tingkat inflasi optimal bisa lebih rendah dari 2%, dalam tanda lain BOJ diam-diam mundur dari desakannya untuk mencapai target inflasi.
"Pendekatan BOJ saat ini adalah untuk mendukung pertumbuhan dengan harapan bahwa inflasi pada akhirnya akan meningkat," kata sumber kedua.