Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Amerika Serikat kembali melempar tuduhan serius kepada Rusia. Kali ini, Washington menuduh Moskow mendanai dua pihak yang saat ini sedang berkonflik di Sudan.
Tuduhan serius ini dilempar oleh Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, di hadapan Dewan Keamanan pada hari Senin (6/1). Sayangnya, AS tidak memberikan detail mengenai tuduhan tersebut.
"Rusia memilih menghalangi: berdiri sendiri karena mereka memilih membahayakan warga sipil, sementara mendanai kedua belah pihak yang berkonflik, ya, itulah yang saya katakan: kedua belah pihak," kata Linda, dikutip Reuters.
Saat diminta untuk menjelaskan lebih detail, Linda hanya mengatakan bahwa Rusia hadir di Sudan untuk mengincar perdagangan emas.
Baca Juga: Dominasi Gas Rusia di Eropa Diprediksi Segera Berakhir Karena Perang di Ukraina
"Kami percaya bahwa kerja sama penambangan emas antara pemerintah Sudan dengan entitas dan individu Rusia yang dikenai sanksi dapat merugikan kepentingan jangka panjang Sudan dan aspirasi rakyat Sudan untuk mengakhiri perang," lanjut Linda.
Tuduhan tersebut jelas disangkal oleh pihak Rusia. Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, menyayangkan sikap AS yang selalu menggunakan standarnya sendiri dalam menilai fenomena yang terjadi di dunia.
"Kami menyesalkan bahwa AS mencoba menilai kekuatan dunia lain dengan tolok ukurnya sendiri. Jelaslah bahwa dalam Pax Americana, hubungan dengan negara lain hanya dibangun atas dasar eksploitasi dan skema kriminal yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri," kata Polyanskiy.
Pax Americana, kerap disebut Perdamaian Panjang, mengacu pada konsep perdamaian relatif di Belahan Bumi Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada periode itu, AS menjadi kekuatan ekonomi, budaya, dan militer yang paling dominan di dunia.
Baca Juga: Pasokan Gas Rusia ke Eropa Meningkat 14% di Tahun 2024
Perang Sudan
Perang di Sudan pecah pada bulan April 2023 di tengah perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat atau Rapid Support Forces (RSF).
Perang ini terjadi menjelang transisi yang direncanakan ke pemerintahan sipil, sehingga memicu krisis pengungsian dan kelaparan terbesar di dunia.
Pada November 2024, Rusia memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan pihak-pihak yang bertikai untuk segera menghentikan permusuhan dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan. Empat belas anggota dewan lainnya memberikan suara mendukung resolusi tersebut.
Sebulan setelahnya, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, membantah narasi yang disebar negara Barat mengenai upaya Rusia mempermainkan kedua belah pihak untuk mendapatkan keuntungan dari perang.