Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
SISAKET, Thailand / WASHINGTON. Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja mulai mereda pada Sabtu (26/7) usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa kedua negara sepakat untuk menggelar pembicaraan gencatan senjata dalam waktu dekat.
Melalui pernyataan di media sosial dari Skotlandia, Sabtu (26/7), Trump menyebut telah berbicara langsung dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan pelaksana tugas PM Thailand Phumtham Wechayachai. Ia memperingatkan bahwa Washington tidak akan melanjutkan kesepakatan dagang dengan kedua negara jika konflik perbatasan terus berlanjut.
Baca Juga: Konflik di Perbatasan Belum Usai, Thailand Tuduh Kamboja Hindari Berdialog
"Kedua pihak sedang menuju gencatan senjata dan perdamaian segera," tulis Trump. Ia menambahkan bahwa mereka telah sepakat untuk segera bertemu dan mencari solusi damai.
Pertempuran antara dua negara bertetangga Asia Tenggara ini telah berlangsung selama tiga hari, dengan lebih dari 30 orang tewas dan sekitar 130.000 warga sipil terpaksa mengungsi.
Bentrok bersenjata kembali pecah pada Sabtu pagi di wilayah perbatasan yang lebih luas, termasuk di Provinsi Trat, Thailand dan Provinsi Pursat, Kamboja. Lokasi ini berjarak lebih dari 100 kilometer dari zona konflik utama sebelumnya. Kedua negara mengklaim aksi militer yang mereka lakukan sebagai bentuk pembelaan diri.
Sejak pecahnya insiden penembakan yang menewaskan seorang tentara Kamboja akhir Mei lalu, ketegangan meningkat. Pasukan tambahan dikerahkan, dan tekanan politik domestik ikut memperkeruh suasana.
Baca Juga: Donald Trump Klaim AS Memperoleh Rp 33,936 Triliun Per Hari dari Tarif
Menurut data pemerintah masing-masing, Thailand mencatat tujuh tentara dan 13 warga sipil tewas, sedangkan Kamboja melaporkan lima tentara dan delapan warga sipil meninggal dunia.
Sementara itu, di provinsi Sisaket, Thailand, sebuah kompleks universitas disulap menjadi tempat pengungsian bagi ribuan warga. Seorang pengungsi, Samrong Khamduang, mengatakan ia melarikan diri bersama anak-anak saat mendengar suara tembakan artileri.
“Kami sangat takut. Tapi suami saya tertinggal di ladang. Saya belum bisa menghubunginya,” kata Samrong.
Tonton: Lima Perusahaan Raksasa AS Ini Berencana Investasi US$ 23,21 Miliar di Indonesia. Siapa Saja?
Tekanan Internasional
Perdana Menteri Malaysia merangkap Ketua ASEAN, Anwar Ibrahim, turut aktif mendorong dilakukannya gencatan senjata. Ia menyatakan telah meminta Menlu Malaysia untuk berkoordinasi langsung dengan pihak Thailand dan Kamboja.
“Masih terjadi baku tembak di beberapa titik,” kata Anwar. “Tapi kami terus dorong agar pembicaraan segera dimulai.”
Pada saat yang sama, Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat membahas situasi ini. Dalam forum tersebut, Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau di wilayahnya dan melancarkan serangan ilegal. Kamboja membantah keras, dan balik menuding Thailand telah melanggar kedaulatan mereka.
Baca Juga: Sejarah Konflik Thailand-Kamboja yang Berlangsung Sejak Era Kolonial
Sengketa utama berpusat di sekitar kuil kuno Hindu Ta Moan Thom dan kompleks Preah Vihear yang telah lama disengketakan. Meski Mahkamah Internasional telah mengakui kepemilikan Kamboja atas wilayah tersebut pada 1962, ketegangan kembali memanas sejak 2008 ketika Kamboja mendaftarkannya sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Dalam sebuah pernyataan terbaru, Kamboja meminta dunia internasional untuk “mengutuk agresi Thailand” dan mencegah meluasnya eskalasi militer di kawasan tersebut.
Trump menyatakan harapannya untuk kembali menjalin hubungan dagang dengan kedua negara setelah tercapainya perdamaian.
“Saat perdamaian terwujud, saya berharap bisa menyelesaikan kesepakatan perdagangan dengan keduanya,” ujar Trump.