kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,35   5,75   0.58%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saling adu otot perdagangan China dan AS masih akan berlanjut


Selasa, 25 September 2018 / 09:00 WIB
Saling adu otot perdagangan China dan AS masih akan berlanjut
ILUSTRASI. Perekonomian - ekspor impor China


Sumber: Reuters,Bloomberg | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saling adu otot antara China dan Amerika Serikat (AS) di sektor perdagangan tampaknya tak akan berhenti dalam waktu dekat. Tak ada tanda-tanda kedua negara terbesar ini akan mengerem perselisihan yang dikhawatirkan bisa mengganggu ekonomi global. 

China kemarin Senin (24/9) menerapkan tarif lebih tinggi atas US$ 60 miliar produk impor dari AS. Beijing yang memutuskan batal bertemu dengan pejabat AS pekan ini, menyebut langkah ini sebagai pembalasan atas aksi AS yang menerapkan tarif baru lebih tinggi juga atas US$ 200 produk impor dari China. 

Setelah menerapkan tarif baru tersebut, China seperti ditulis media lokal Xinhua, menuding AS melakukan perundungan perdagangan dengan mengancam kenaikan tarif ke berbagai negara, dan mengintimidasi berbagai negara untuk tunduk pada keinginannya. 

Tapi, Beijing bersedia melakukan negosiasi lagi dengan Washington. "Asalkan, negosiasi ini berdasarkan sikap saling menghormati dan menjungjung kesetaraan," tulis Xinhua. 

Ketimbang mengikuti permintaan AS, Presiden China Xi Jinping, menurut Bloomberg sudah menyiapkan langkah stimulus untuk meredam dampak pengetatan impor tersebut terhadap ekonomi China.

Fitch Ratings melihat, perseteruan AS dan China bisa menekan prospek ekonomi global. "Perang dagang sekarang nyata," kata Kepala Ekonom Fitch Brian Coulton dalam rilisnya. Perusahaan rating ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,1 persen poin menjadi 3,1% dan mengingatkan adanya risiko penurunan lebih jauh.

China sadar AS akan melakukan aksi balas kembali. Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengatakan, dia akan mengerek lagi tarif impornya menjadi 25% dari 10% pada Januari mendatang jika China enggan menawarkan solusi. Pemerintahan Trump juga mengaku sudah menyiapkan daftar produk impor dari China bernilai US$ 267 miliar yang akan terkena tarif baru.

Menurut Gedung Putih, AS tetap membuka ruang pembicaraan dengan China. 

"Kami tetap terbuka untuk melanjutkan diskusi dengan China. Tapi China harus dengan sungguh-sungguh ingin membenahi praktik perdagangan tak adil ini," kata Lindsyay Walters, Deputy White House press secretary, dikutip Bloomberg. 

Sama-sama terpukul

Menurut pelaku usaha, sektor ritel paling terpukul dari penjatuhan tarif sejatun ini. "Tahap ini seperti tsunami. Melibatkan ribuan barang konsumer, tidak ada waktu persiapan, bisnis akan goncang," kata Hun Quach, Vice President untuk perdagangan internasional dari Retail Industry Leaders Association. 

Beijing misalnya, mengenakan tambahan tarif 5% atas 1.600 produk AS termasuk komputer, barang tekstil. Lalu penambahan 10% atas 3.500 item mulai dari produk kimia, daging, gandum, minuman anggur, dan LNG. 

"Risiko terbesar dengan tarif ini adalah AS mungkin didorong keluar dari pasar China, yang mana adalah pasar berkembang," kata Scott Brown, chief economist at Raymond James in St. Petersburg, Florida, seperti dikutip Reuters.

Sedangkan Moody's melihat, penerapan tarif AS atas produk China akan berimbas negatif terhadap berbagai sektor di kedua negara. Dan bisa melebar ke sektor lainnya di luar target daftar tersebut. 

Bagi konsumen AS, penerapan bea baru ini berartu harga yang lebih tinggi atas produk-produk dari China, mulai dari vacuum cleaner hingga routers dan modem. Lebih dari produk furnitur dan perabot rumah di AS datang dari Negeri Tirai Bambu tersebut.




TERBARU

[X]
×