Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Netflix, kini dikenal sebagai layanan streaming terbesar di dunia, pernah hampir menghadapi kehancuran akibat keputusan bisnis yang kontroversial.
Namun, melalui inovasi dan fokus pada konten orisinal, perusahaan ini berhasil bangkit, menjadi raksasa dengan valuasi mencapai US$366 miliar. Berikut perjalanan lengkapnya.
Awal Mula Netflix: Bisnis Penyewaan DVD
Didirikan pada tahun 1998 oleh Marc Randolph dan Reed Hastings, Netflix awalnya adalah layanan penyewaan DVD melalui pos. Pada masa itu, pelanggan dapat memesan film melalui katalog online yang inovatif.
Baca Juga: Hati-hati, Ini Jenis Koper yang Paling Sering Hilang di Bandara
Pada 1999, model bisnis berbasis langganan diperkenalkan, memungkinkan pelanggan untuk menyewa dan mengembalikan DVD tanpa batas setiap bulan. Popularitasnya meningkat pesat, dengan 500.000 pelanggan pada awal 2002 dan 700.000 di akhir tahun. Hingga 2005, Netflix memiliki 3,6 juta pelanggan, membuktikan tingginya permintaan layanan penyewaan DVD.
Langkah Besar Menuju Streaming Online
Mengutip unilad, era streaming dimulai pada 2007, menandai pergeseran signifikan dari format penyewaan DVD tradisional. Meski tampak sulit dipercaya sekarang, layanan streaming Netflix baru masuk ke pasar Inggris pada 2012.
Namun, di balik inovasi tersebut, Netflix membuat keputusan besar pada 2011 yang hampir menghancurkan bisnisnya:
- Layanan penyewaan DVD dan streaming dipisahkan, dengan biaya masing-masing dinaikkan.
- Paket US$10 per bulan diubah menjadi dua paket terpisah masing-masing US$8, yang secara efektif menaikkan harga sebesar 60%.
Keputusan ini terjadi di tengah resesi ekonomi global, memperburuk reaksi negatif pelanggan. Bahkan, perusahaan sempat mengganti nama menjadi Qwikster, yang dianggap tidak menarik oleh banyak orang.
Baca Juga: Terungkap! Nomor PIN 4 Digit Paling Umum Membuat Anda Berisiko Terkena Serangan Siber
Dampak Keputusan Kontroversial
Perubahan ini memicu eksodus pelanggan. Dalam satu kuartal, Netflix kehilangan 800.000 pelanggan, sementara harga sahamnya anjlok hampir 80%, dari US$300 menjadi US$65.
Meski perusahaan segera membatalkan perubahan nama dan meminta maaf secara publik, kerusakan sudah terjadi, dan perusahaan menghadapi masa sulit selama 18 bulan berikutnya.
Untuk mengatasi krisis, Netflix mulai fokus pada keinginan pelanggan, termasuk permintaan akan program orisinal. Hasilnya mulai terlihat pada 2013 dengan peluncuran serial orisinal pertamanya, House of Cards.
Serial drama politik ini tidak hanya meraih pujian kritis, tetapi juga beberapa nominasi penghargaan bergengsi. Dengan nama besar seperti Kevin Spacey dan Robin Wright, formula drama intens dengan produksi berkualitas tinggi terbukti sukses.
Jonathan Friedland, Kepala Komunikasi Netflix, mengatakan kepada New York Times: "Karena kami memiliki hubungan langsung dengan konsumen, kami tahu apa yang mereka suka tonton, dan itu membantu kami memahami potensi minat terhadap sebuah tayangan."
Baca Juga: Dokter Peringatkan Gejala Kanker yang Dapat Terlihat pada Kuku Kaki
Transformasi Netflix Menjadi Raja Streaming
Kesuksesan House of Cards menjadi fondasi kuat bagi Netflix untuk terus memproduksi konten orisinal berkualitas. Berikut beberapa pencapaian penting:
- Pada 2013, jumlah pelanggan naik 9,9 juta menjadi 35,6 juta setelah debut House of Cards.
- Serial seperti Stranger Things (2016), The Crown, dan Squid Game terus menarik jutaan pelanggan baru.
- Kini, sekitar 55% katalog Netflix di AS terdiri dari konten orisinal.
Netflix juga terus mencetak rekor. Per September 2024, platform ini memiliki 282,7 juta pelanggan berbayar di seluruh dunia, dengan harga sahamnya mencapai US$863,60.