Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sebanyak 130 negara yang tergabung dari Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyetujui pengenaan pajak global untuk korporasi minimal sebesar 15%.
Melalui pajak tersebut, diperkirakan bisa menghasilkan pajak global tambahan sekitar US$ 150 miliar per tahun. Rencana ini didukung 130 negara yang mewakili lebih dari 90% PDB global. Nantinya, perusahaan multinasional besar dikenakan pajak dan mengalihkan hak pajak atas lebih US$ 100 miliar sesuai keuntungan yang diperoleh masing - masing negara.
"Dengan pajak minimum global yang berlaku, perusahaan multinasional tidak lagi dapat mengadu domba negara satu sama lain dalam upaya untuk menekan tarif pajak," kata Presiden AS Joe Biden dikutip dari Reuters, Jumat (2/7).
Baca Juga: AS: Peningkatan kekuatan militer China mulai mengkhawatirkan
Dengan begitu, Biden menegaskan bahwa mereka tidak akan bisa lagi dapat menghindari pembayaran pajak dengan menyembunyikan keuntungan yang mereka peroleh baik di Amerika Serikat (AS) ataupun negara lain.
Salah satu sumber yang dekat dengan kesepakatan itu, mengatakan masih menghadapi negosiasi alot untuk melibatkan China. Seorang pejabat pemerintah AS mengatakan tidak ada pemotongan atau pengecualian khusus bagi China dalam kesepakatan itu.
Pajak tersebut tidak mengharuskan negara untuk menetapkan tarif yang telah disepakati. Namun tetap memberikan hak bagi mereka untuk menetapkan batas pungutan atas hingga bawah sesuai kebijakan pajak di masing - masing negara.
Negara-negara maju dalam G7 sepakat dengan penetapan pajak tersebut. Bahkan, kesepakatan yang lebih luas akan diberikan kepada G20 untuk mendapatkan dukungan politik pada pertemuan di Venesia minggu depan.
Rincian teknis kebijakan pajak tersebut akan disepakati pada Oktober sehingga aturan tersebut dapat diterapkan pada 2023 mendatang.
Baca Juga: Penjualan mobil triwulanan AS meningkat, ditopang permintaan SUV
Sembilan negara yang tidak menandatangani kesepakatan itu yakni negara Uni Eropa dengan pajak rendah, Irlandia, Estonia dan Hongaria serta Peru, Barbados, Saint Vincent dan Grenadines, Sri Lanka, Nigeria, dan Kenya.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Irlandia Paschal Donohoe mengatakan tidak dalam posisi untuk bergabung dengan perjanjian itu namun mencoba menemukan kesempatan yang lebih menguntungkan. Mengingat, negara ini menerapkan pajak bagi perusahaan teknologi AS senilai 12,5%.
Di Uni Eropa, kesepakatan itu akan membutuhkan undang-undang khusus untuk disahkan serta dukungan bulat dari negara Uni Eropa. Sementara itu, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan akan mencoba untuk memenangkan apa yang mereka pertahankan.
"Saya meminta mereka untuk melakukan segalanya untuk bergabung dengan perjanjian bersejarah ini yang sebagian besar didukung oleh sebagian besar negara," tutupnya.