Sumber: DW.com,BBC | Editor: Ahmad Febrian
- Gejala dan kelompok risiko
Gejala penyakit Covid-19 berbeda-beda para tiap individu. Para dokter menyebut, ancaman penyakit ini mirip dengan flu Spanyol dari tahun 1918. Gejala khas Covid-19 antara lain, tenggorokan meradang, kesulitan bernafas, kehilangan indra penciuman dan pengecap.
Covid-19 lebih sering menyerang kelompok risiko tertentu dan menimbulkan gejala gawat. Kelompok risiko ini antara lain, orang dengan riwayat penyakit sebelumnya, orang dengan golongan darah A dan lelaki lebih berisiko.
Para pakar patologi yang meneliti korban Covid-19 mengonfirmasi, orang dengan riwayat penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, kanker, gagal ginjal, sirosis hati dan pengidap penyakit jantung serta pembuluh darah menjadi kelompok yang memiliki bahaya paling tinggi terserang Covid-19.
Infeksi SARS-CoV-2 bisa sangat gawat pada satu kelompok manusia, tapi pada kelompok lainnya gejalanya ringan atau bahkan sama sekali tidak menunjukkan gejala. Tapi pada prinsipnya, penyakit akibat virus corona bisa menjadi gawat pada siapapun, termasuk pada kaum muda.
Pada kasus gawat, Covid-19 bisa memicu kegagalan sejumlah organ tubuh secara bersamaan dan sepsis, yang mengancam nyawa penderita. Reaksi sistem kekebalan tubuh juga memainkan peranan besar, segawat apa efek penyakit ini pada tiap individu.
-Terapi Covid-19
Pada awal pandemi virus corona, banyak pasien dengan gejala gawat, dipasangi alat bantu pernafasan atau intubasi pada tahap dini. Kebanyakan meninggal akibat tindakan ini. Sekarang para dokter di ruang gawat darurat makin jarang menggunakan ventilator, karena dokter ahli paru-paru menegaskan, alat bantu pernafasan di bawah tekanan positif, bisa lebih banyak menimbulkan kerusakan dibanding penyembuhan.
Jadi sepanjang pasien masih bisa bernafas secara mandiri, mereka mendapat tambahan oksigen tanpa dihubungkan ke respirator atau ventilator. Intubasi yakni pemasangan alat bantu pernafasan langsung ke saluran nafas bawah, hanya dilakukan dalam kondisi sangat gawat.
Dalam banyak kasus, ginjal pasien juga mengalami kerusakan akibat COVID-19, dalam hal ini dialisa sangat diperlukan. Perawatan gawat darurat, sekarang ini lebih banyak memonitor kerusakan organ-organ tubuh lain.
Proses penyembuhan bisa dipercepat di sejumlah rumah sakit, dengan menggunakan serum antibodi dari pasien COVID-19 yang sembuh kembali. Antibodi ini bertugas melawan virus dalam tubuh pasien yang mendapatkan donasi serum.
Pada umumnya, pasien COVID-19 yang kembali sembuh setelah menjalani pengobatan intensif, harus melakoni tindakan rehabilitasi yang panjang yang disesuaikan dengan masing-masing individu. Rehabilitasi harus disesuaikan dengan riwayat penyakit sebelumnya serta kemungkinan adanya kerusakan organ tubuh.
Vaksin dan isu menggemparkan: herd imunity