Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
WASHINGTON. Parlemen Singapura akhirnya meloloskan Transboundary Haze Pollution Act 2014 atau UU Polusi Asap Lintas Batas. Dengan adanya UU ini, memungkinkan regulator Singapura menuntut perusahaan dan individu yang menyebabkan polusi udara di Singapura dengan membakar hutan dan lahan gambut di negara-negara tetangga.
Undang-undang ini pertama kali diusulkan setelah kebakaran di Indonesia melonjak di tahun 2013 lalu. Di mana akibat kebakaran tersebut membuat wilayah Singapura dipenuhi oleh kabut asap.
Nigel Sizer, Direktur Global, Program Hutan, World Resources Institute (WRI) mengatakan bahwa hukum asap lintas batas wilayah Singapura menandai cara baru dalam melakukan bisnis bagi perusahaan dan pemerintah yang ingin mengatasi kebakaran hutan dan gambut.
"Setiap perusahaan yang tertangkap menggunakan api secara ilegal sekarang menghadapi risiko reputasi besar yang diseret ke pengadilan di Singapura. Para pelanggan, bank, dan asuransi pasti akan menghindar untuk berbisnis dengan mereka, " ujar Nizel, Selasa (5/8) seperti dikutip dari situs wri.org.
Menurutnya, penyebab kebakaran dan terjadinya kabut di Asia Tenggara sangat kompleks dan sulit untuk mengatasi. Dalam beberapa dekade terakhir, kebakaran terjadi diawali untuk membersihkan lahan untuk perluasan pertanian menjadi hutan dan lahan gambut.
“Selama dua tahun terakhir, konsentrasi tertinggi pada kebakaran di Provinsi Riau, Indonesia. Kebakaran tersebut merugikan kesehatan manusia, kerusakan lingkungan, dan kerusakan ekonomi, " katanya.
UU ini, kata Nizel, akan memberikan kontribusi yang besar dalam mengatasi kebakaran dan juga tren positif yang lebih besar bagi pemerintah dan perusahaan dalam menangani kebakaran. "Pesan ini semakin jelas bagi individu dan perusahaan yang membakar lahan secara ilegal akan memiliki konsekuensi yang serius," pungkasnya.