Sumber: Fortune,Yahoo Finance | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Nvidia terus memperluas strategi investasinya di sektor kecerdasan buatan (AI).
Perusahaan ini tidak hanya menanamkan modal di berbagai perusahaan teknologi dan bioteknologi seperti Applied Digital, Nebius Group, serta Recursion Pharmaceuticals, tetapi juga baru saja membeli 4% saham Intel senilai US$5 miliar.
Meski Intel menjadi kompetitor di pasar chip, produknya dinilai lebih sebagai pelengkap GPU Nvidia.
Awal September lalu, Nvidia mengumumkan komitmen investasi senilai £2 miliar atau sekitar US$ 2,7 miliar untuk perusahaan rintisan AI di Inggris.
Dari jumlah itu, setidaknya £500 juta dialokasikan ke Nscale, operator pusat data yang kemungkinan besar akan menggunakan dana tersebut untuk membeli GPU Nvidia.
Baca Juga: Saatnya Racik Ulang Portofolio, Simak Strategi Investasi Sesuai Profil Investor
Selain itu, Nvidia juga akan menyalurkan dana lewat perusahaan modal ventura lokal, yang pada akhirnya berpotensi kembali ke kantong Nvidia melalui pembelian komputasi berbasis GPU.
Data Dealroom dan Financial Times mencatat, sepanjang 2024 Nvidia menginvestasikan sekitar US$ 1 miliar di startup AI global, baik langsung maupun lewat NVentures. Angka itu melonjak dibandingkan 2022, ketika lonjakan AI generatif dimulai lewat peluncuran ChatGPT oleh OpenAI.
Namun, seberapa besar investasi tersebut benar-benar kembali dalam bentuk penjualan GPU masih sulit diukur.
Baca Juga: 5 Strategi Investasi Cerdas yang Bisa Kamu Mulai Hari Ini untuk Gaji Pas-pasan
NewStreet Research memperkirakan setiap US$ 10 miliar investasi Nvidia di OpenAI dapat menghasilkan pembelian atau sewa GPU senilai US$ 35 miliar, setara sekitar 27% pendapatan Nvidia pada tahun fiskal sebelumnya.
Kekhawatiran Gelembung Baru
Potensi keuntungan ini memang menjanjikan, tetapi analis mengingatkan adanya risiko pola pembiayaan sirkular yang mengingatkan pada gelembung teknologi awal 2000-an.
Saat itu, perusahaan telekomunikasi seperti Nortel, Lucent, dan Cisco memberikan pembiayaan kepada klien untuk membeli peralatan mereka sendiri.
Ketika permintaan tidak sesuai ekspektasi dan banyak klien bangkrut, produsen peralatan tersebut menanggung kerugian besar, dengan valuasi anjlok hingga 90% dalam dekade berikutnya.
Baca Juga: Menilik Strategi Investasi di Tengah Tingginya Volatilitas Pasar Saham
Kondisi serupa terlihat pada Global Crossing, yang terlibat praktik revenue roundtripping. Perusahaan membayar layanan dari pihak lain dengan syarat dana yang sama dipakai untuk membeli peralatannya.
Skema ini runtuh saat gelembung pecah, berujung pada kebangkrutan dan denda hukum besar.
Kini, sebagian pengamat menilai strategi Nvidia, terutama kesepakatan sewa GPU dengan OpenAI, memiliki pola serupa.
Dengan model sewa, Nvidia membantu OpenAI menghindari beban depresiasi chip, namun risiko depresiasi justru dipikul Nvidia. Jika permintaan GPU tak sesuai proyeksi, perusahaan bisa terjebak dengan stok berlebih.
“Kesepakatan ini memiliki aroma pembiayaan sirkular dan mencerminkan perilaku seperti gelembung,” kata Goldberg, analis Seaport Global.
Baca Juga: Intip Strategi Investasi di Pekan Depan, Ada Libur Waisak
Stacy Rasgon dari Bernstein Research juga menilai langkah Nvidia “memicu kekhawatiran sirkular,” meski belum mencapai tingkat krisis.
Seiring valuasi perusahaan AI terus menanjak, jarak antara optimisme dan potensi gelembung semakin tipis.