Sumber: The Telegraph | Editor: Dikky Setiawan
DUBAI. Tiga maskapai internasional tengah menyusun ‘rencana darurat’ untuk mengatur ulang rute penerbangan dan menekan pengeluaran biaya bahan bakar pesawat.
Rencana itu akan diterapkan menyusul rencana Amerika Serikat (AS) melakukan serangan militer ke Suriah yang dipimpin rezim Presiden Bashar al-Assad.
Salah satu maskapai yang mewaspadai serangan AS ke Suriah itu adalah Emirates Airlines. Maskapai penerbangan terbesar di dunia dari sisi load factor itu adalah pesaing Etihad dan British Airways.
Manajemen Emirates menyatakan, sejumlah rute penerbangan jarak jauh melalui atau dekat dengan ruang udara Suriah, yang melayani rute utama ke seluruh dunia, akan dikaji ulang.
Tim Clark , Presiden maskapai Emirates berbasis di Dubai dan salah satu tokoh industri penerbangan paling berpengalaman mengatakan, rencana darurat akan diberlakukan jika sesuatu terjadi di Suriah.
Menurut Clark, rencana darurat itu berpotensi pada pengaturan kembali rute penerbangan Emirates untuk menjauhi kawasan konflik Suriah.
Namun, Clark memastikan, operasional maskapai akan tetap berjalan seperti biasa, kecuali ada kerusakan serius dalam situasi konflik di Suriah.
"Kami selalu dalam keadaan siaga untuk hal seperti ini dan operasional grup perusahaan memiliki rencana itu setiap waktu jika sesuatu terjadi," kata Clark kepada The Telegraph, Sabtu (31/8).
Clark merupakan salah satu CEO yang memiliki pengalaman mengelola maskapai penerbangan di tengah konflik regional di Timur Tengah, termasuk perang Teluk.
"Jika serangan militer ke Suriah terjadi, langkah-langkah yang akan kami ambil adalah menjauhi rute penerbangan ke daerah-daerah yang wilayah udaranya terlibat konflik,” imbuh Clark.
Pernyataan Clark diamini oleh seorang juru bicara Etihad Airways, maskapai penerbangan nasional Uni Emirat Arab. "Kami telah menyusun re-routing penerbangan, jika ada peristiwa yang tertutup untuk kegiatan pesawat komersial,” sebut pernyataan Etihad.
Langkah serupa juga akan dilakukan British Airways (BA). “Bisnis maskapai akan terpengaruh jika wilayah udara di negara konflik dan sekitarnya menjadi zona larangan terbang. Jadi, kami akan mengkaji operasional perusahaan dan akan membuat perubahan yang diperlukan," kata juru bicara BA .
Selain gangguan rute penerbangan, ketiga maskapai itu juga berpotensi menghadapi ancaman lonjakan harga bahan bakar pesawat akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
John Strickland, analis penerbangan JLS Consulting yang berbasis di London, mengatakan, penumpang akan mengalami gangguan rencana perjalanan jika konflik di wilayah tersebut pecah.
"Kita harus memperbesar untuk keluar dari proporsi (konflik). Tetapi, apa yang kita lihat dari perang-perang lainnya atau tindakan militer di Teluk, membuat banyak maskapai perlu mengubah rute penerbangannya,” kata Strickland .