Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - LONDON. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson memastikan bahwa proses penarikan pasukan dari Afghanistan sudah dilaksanakan. Penarikan pasukan ini sejalan dengan komitmen AS dan aliansi lainnya di NATO.
Dilansir dari Reuters, Johnson pada hari Kamis (8/7) mengumumkan bahwa semua pasukan akan segera kembali ke Inggris. Meskipun demikian, Johnson tidak mengungkapkan jadwal keberangkatannya.
"Semua tentara Inggris yang ditugaskan untuk misi NATO di Afghanistan sekarang kembali ke rumah," tegas Johnson.
Tenatra Inggris pertama kali dikerahkan ke Afghanistan pada tahun 2001, sesaat setelah serangan 11 September di Amerika Serikat.Â
Pasukan Inggris tercatat memainkan peran utama dalam operasi tempur hingga 2014. Sebagai akibatnya, sebanyak 457 tentara Inggris tewas di Afghanistan.
Meskipun pasukannya akan ditarik secara penuh, Johnson secara sadar tidak akan meremehkan tantangan yang dihadapi Afghanistan dan akan terus memberikan bantuan pembangunan.
"Saya berharap tidak ada yang berpikir bahwa penarikan pasukan ini akan mengakhiri komitmen Inggris atas Afghanistan. Kita tidak berpaling," ungkap Johnson.
Baca Juga: Taliban: Kami menginginkan sistem Islam yang asli di Afghanistan
Pada bulan April lalu, NATO mengumumkan bahwa semua pasukan yang dikirim aliansinya akan mulai ditarik dari Afghanistan sesuai dengan keputusan Presiden Joe Biden untuk menarik pasukan AS pada 11 September.
Sejak mulai menarik pasukannya pada 1 Mei lalu, Pentagon kini mengatakan penarikan pasukan AS sudah 90% selesai.
Sementara itu, militer Jerman pada 29 Juni lalu telah menyelesaikan proses penarikan pasukannya dari tanah Afghanistan setelah hampir dua dekade berada di sana.
Selama beberapa tahun terakhir, Jerman memiliki kontingen pasukan terbesar kedua setelah Amerika Serikat di Afghanistan, dengan sekitar 150.000 tentara dikerahkan selama dua dekade terakhir.
Dilansir dari Reuters, 59 tentara Jerman tewas di Afghanistan, 35 di antaranya tewas dalam pertempuran atau akibat serangan militan, menjadikannya misi militer paling mematikan Jerman sejak Perang Dunia 2.