Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BENGALURU. Pertumbuhan ekonomi global akan berada di laju terkuat pada tahun depan. Pernyataan tersebut keluar dari kesimpulan jajak pendapat Reuters pada 500 ekonom. Kenaikan tersebut dampak dari aksi pelonggaran suku bunga bank sentral dan ekonomi AS yang kuat. Namun hasil pemilihan presiden AS minggu depan membatasi gambaran pertumbuhan.
Pertumbuhan global rata-rata diperkirakan pada 3,1% tahun ini, meningkat dari hasil jajak pendapat pada Januari yang memperkirakan di 2,6%. Proyeksi tersebut juga lebih tinggi dari asumsi April di 2,9% dan stabil dari survei pada tiga bulan lalu.
Di tahun depan, ekspansi ekonomi dunia akan bertahan pada 3%, menurut jajak pendapat Reuters yang dilakukan pada 30 September-30 Oktober. Ekonomi dunia yang dimaksud adalah 50 negara ekonomi penting. "Saya pikir temanya ada pada kinerja AS yang lebih unggul dibandingkan zona euro dan Inggris," kata Ross Walker, kepala ekonomi global Natwest Markets dikutip Reuters.
Baca Juga: Menengok Arah Bursa Saham di Musim Laporan Keuangan, Sektor Apa yang Menarik?
Ekonom yang disurvei Reuters juga memaparkan, penurunan suku bunga akan mendukung prospek global. Mayoritas responden atau 147 dari 255 mengatakan tren penurunan suku bunga bank sentral akan berakhir pada 2025. Namun di AS, dua pertiga ekonom atau 33 dari 40, mengatakan suku bunga Fed akan tetap tinggi, karena kinerja ekonomi yang terus kuat dan tekanan inflasi mulai terkendali. "Saya melihat data makro ekonomi, pasar tenaga kerja menurut saya itu paling tidak membutuhkan pemotongan suku bunga yang agresif," imbuh Walker.
Tapi dengan terpilihnya kandidat Republik Donald Trump yang akan mengenakan tarif impor besar pada setiap negara membawa risiko serius. "Kebijakan diusulkan Partai Republik pada tarif mulai dari tarif dasar 10% hingga tarif antar negara target akan ditanggapi dengan serius dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi," kata Ekonom Morgan Stanley.
Sebab ini akan berdampak pada penurunan konsumsi, investasi, payroll dan pendapatan tenaga kerja. Di antara ekonom yang disurvei, 39 dari 42, mengatakan kebijakan Trump akan lebih inflasioner daripada yang diusulkan calon Partai Demokrat Kamala Harris. Tapi kedua kandidat mengusulkan kebijakan ekonomi yang meningkatkan defisit fiskal AS mengejutkan.