Sumber: Reuters | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian global akan mengalami pertumbuhan moderat selama dua tahun ke depan di tengah. Ini terjadi karena penurunan aktivitas bisnis di Amerika Serikat (AS), penurunan ekonomi di Eropa, dan menguatnya konsumsi dan ekspor di Tiongkok.
Melansir Reuters, dalam pemaparan World Economic Outlook (WEO), Bank dunia juga melakukan revisi terhadap beberapa proyeksi yang diungkapkan sebelumnya.
Misalnya saja terkait pertumbuhan produk domestik bruto riil global, walaupun tahun ini diperkirakan tidak berubah apda kisaran 3,2%, tetapi untuk tahun 2025 kemungkinan akan naik 0,1 poin persentase menjadi 3,3%.
Bukan hanya itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun 2024 juga diperkirakan berkurang sebesar 0,1 poin persentase menjadi 2,6%. Namun untuk pertumbuhan AS tahun 2025 oleh IMF masih diperkirakan berada di kisaran 1,9%. Sejak awal IMF memang sudah melihat adanya pelemahan pasar tenaga kerja dan moderasi belanja sebagai respons terhadap kebijakan moneter yang ketat.
Baca Juga: IMF Memangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Jepang Tahun Ini
Sebaliknya koreksi ke atas justru terjadi pada kondisi di China. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan naik menjadi 5,0% dari sebelumnya di bulan April diperkirakan hanya sebesar 4,6% saja. Begitu juga pertumbuhan ekonomi China tahun 2025 diperkirakan naik dari 4,1% menjadi 4,5%.
Hal kenaikan juga diprediksi terjadi di kawasan Eropa.IMF sedikit meningkatkan perkiraan pertumbuhan zona euro tahun 2024 sebesar 0,1 poin persentase menjadi 0,9%, sehingga perkiraan tahun 2025 tidak berubah menjadi 1,5%.
Zona euro dianggap telah mencapai titik terendah dan mengalami pertumbuhan jasa yang lebih kuat pada semester pertama. Kemudian kenaikan upah riil akan membantu konsumsi listrik tahun depan dan pelonggaran kebijakan moneter akan membantu investasi.
Baca Juga: IMF Catat Arus Modal Mengalir Kencang ke Pasar Negara Berkembang
IMF memperingatkan risiko kenaikan inflasi jangka pendek karena harga jasa tetap tinggi di tengah pertumbuhan upah di sektor padat karya dan mengatakan bahwa ketegangan perdagangan dan geopolitik yang baru dapat memicu tekanan harga dengan meningkatkan biaya barang impor di sepanjang rantai pasokan.
“Risiko peningkatan inflasi telah meningkatkan prospek suku bunga yang lebih tinggi dan bahkan lebih lama, yang pada gilirannya meningkatkan risiko eksternal, fiskal dan keuangan,” kata IMF dalam laporannya.