Reporter: Arkani Ikrimah | Editor: Dessy Rosalina
NAYPYIDAW. Total SA sedang memproses kerja sama dengan Myanmar terkait pasokan energi LNG yang akan dipasok ke kota Yangon. Yangon adalah kota dengan penduduk terpadat di negara itu.
Menurut Xavier Preel, general manager Total E&P Myanmar, raksasa energi Prancis tersebut mampu membangun pembangkit listrik. Total yang telah menjual sekitar 11 ton LNG pada 2016 berusaha memperluas jejaknya dalam aktivitas bisnis hilir.
Aktivitas hilir yang dilakukan seperti terminal regresifikasi, jaringan pipa dan pembangkit tenaga listrik guna membantu menciptakan permintaan gas baru.
Preel juga cukup yakin bahwa Myanmar akan berkembang secara pesat. Bahkan Preel mengusulkan kepada pemerintah Myanmar untuk membawa LNG dan membangun pembangkit listrik.
Bloomberg melaporkan, Kamis (20/7) dorongan yang dilakukan oleh Total ke operasi hilir menimbulkan kekhawatiran produsen LNG global. Hal tersebut dikarenakan mereka mencoba untuk memancing pembeli baru untuk mengurangi adanya kelebihan pasokan yang telah mengalami penurunan harga sekitar 70% sejak 2014.
Juli ini juga Qatar mengumumkan rencananya untuk meningkatkan produksi LNG tahunan, yang semula 77 juta ton menjadi 100 juta metrik ton dalam waktu tujuh tahun. Hal ini menambah kekhawatiran di kalangan para penjelajah.
Mereka khawatir kelebihan pasokan bisa berlanjut sampai pada dekade berikutnya.
“Menciptakan permintaan gas baru sangatlah penting dan Total telah diminta untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar gas di beberapa negara berkembang,” kata Laurent Vivier, selaku senior Vice President for Gas saat ditemui pada Kongres Minyak Dunia di Istanbul.
Menurut data dari Bank Dunia dan Badan Energi Internasinal, Myanmar yang telah mengakhiri 25 tahun kekuasaan militer dalam pemilihan tahun 2015 memiliki konsumsi listrik sekitar 217 kilowatt jam perorang pada tahun 2014.
Jumlah tersebut kurang dari sepersepuluh dari jumlah daya yang dikonsumsi per kapita di negara Thailand. Keadaan itu membuat Myanmar mengeluarkan permintaan untuk ekspresi minat untuk bisnis LNG pada 9 September.
Atas permintaannya itu Myanmar akan mengumpulkan dana untuk proyeksi senilai S$ 2 miliar. Dana tersebut sudah mencangkup terminal LNG terapung dengan kapasitas tahunan mencapai 3-4 juta ton dan gas buang sebesar 1 gigawatt pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dalam hal ini negara Asia Tenggara dipandang sebagai titik terang bagi pasar energi. BMI Research juga memperkirakan adanya pertumbuhan konsumsi bahan bakar selama dekade berikutnya.
Hal itu terjadi karena pertumbuhan bisnis dan politik yang stabil akan menstabilkan sektor energi seperti transportasi dan manufaktur.
“Akses listrik adalah faktor ekonomi yang paling penting di Myanmar. Myanmar membutuhkan banyak energi untuk pengembangannya. Tidak ada pengembangan ekonomi tanpa energi,” tambah Preel.