Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Hubungan India dengan tetangganya sedang tak akur. Setelah terlibat bentrokan mematikan dengan China di perbatasan, hubungan India dengan Pakistan kini juga memanas.
Dilansir dari South China Morning Post, pertikaian terbaru antara India dengan Pakistan terjadi dengan pengusiran diplomat dari masing-masing negara.
Baca Juga: Dokumen Pentagon: Huawei, Hikvision dikendalikan oleh militer China
Tensi yang meningkat dengan Pakistan ini tampaknya akan semakin memperumit situasi keamanan di wilayah Himalaya ketika ketegangan meningkat di antara para pemain kunci di kawasan ini.
Terkunci dalam perselisihan perbatasan dengan China dan Nepal, India pada Selasa mengatakan kepada Pakistan untuk memotong separuh staf kedutaan besarnya di New Delhi.
Sebagai gantinya, India juga akan memulangkan separuh stafnya di kedutaan mereka di Islamabad dalam eskalasi ketegangan antara dua musuh bebuyutan bersenjata nuklir ini.
Meskipun tidak jarang bagi India dan Pakistan untuk saling mengusir diplomat satu sama lain, langkah tersebut menandai salah satu penurunan hubungan bilateral terbesar sejak 2001.
Baca Juga: Tensi meninggi, Asia Tenggara bakal jadi arena pertarungan antara China dan Amerika?
Langkah ini juga mengikuti keputusan kontroversial Perdana Menteri India Narendra Modi pada bulan Agustus lalu untuk mencabut otonomi Kashmir.
Pengamat China khawatir hubungan antara India dan Pakistan bisa semakin memburuk dan memperingatkan bahwa hal itu tidak hanya akan menempatkan mereka pada jalur tabrakan yang berbahaya, tetapi mungkin juga memiliki implikasi di wilayah tersebut.
Menurut mereka, anak benua India berada di salah satu momen paling berbahaya dalam sejarah, dengan ketidakpercayaan dan sentimen nasionalis meningkat di tengah sengketa wilayah yang telah lama berjalan.
Baca Juga: Sudah damai, China klaim lagi kedaulatan sah Lembah Galwan, bagaimana respon India?
"Hubungan India-Pakistan yang tegang saat ini berada dalam siklus eskalasi yang berisiko menuju kekerasan dan konflik," kata Sun Shihai, seorang pakar urusan Asia Selatan di Universitas Sichuan.
Dia mengatakan kondisi ini adalah titik kritis bagi kedua negara, dan untuk pemain regional utama seperti China dan Amerika Serikat. "Karena konflik bersenjata habis-habisan atau perang akan menjadi hal terakhir yang ingin dilihat siapa pun," katanya.