Sumber: CNBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - LONDON. Pengembangan vaksin virus corona yang dilakukan Universitas Oxford Inggris menunjukkan imun positif. Pada tahap uji coba awal, vaksin ini menunjukkan respons kekebalan yang kuat, menurut data yang dirilis pada Senin (20/7) di jurnal medis The Lancet.
Peneliti Oxford yang bermitra dengan perusahaan raksasa farmasi, AstraZeneca merilis bahwa vaksin eksperimental mereka ChAdOx1 nCov-19, mengubah bahan genetik dari virus corona dengan adenovirus yang dimodifikasi, yang diketahui penyebab infeksi pada simpanse. Uji coba fase pertama ini melibatkan lebih dari 1.000 peserta.
Direktur Jenner Institute Oxford University, Profesor Adrian Hill mengatakan kepada CNBC padah hari Senin bahwa vaksin ini memberikan respons kekebalan yang kuat. Hal ini berarti bahwa vaksin tersebut dapat melindungi kita terhadap virus, meskipun sejauh ini belum bisa dijamin.
Baca Juga: Menteri Erick jadi koordinator pemulihan ekonomi, ambil alih tugas Kemenko Ekonomi?
Namun pihaknya akan melakukan lagi uji coba pada manusia di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa minggu ke depan.
"Kami menggunakan dosis tunggal dan dua dosis vaksin," katanya kepada "Worldwide Exchange."
“Sepertinya keduanya memberikan respon imun yang berguna walaupun setelah dua dosis kita melihat respon imun yang lebih kuat. Dan untuk terus mengikuti orang-orang ini dan memulai uji coba di tempat lain. Semoga di AS dalam beberapa minggu ke depan," ujar Hill.
Vaksin buat Oxford ini merupakan salah satu dari setidaknya 100 calon vaksin yang dikembangkan di seluruh dunia untuk Covid-19, yang telah menginfeksi lebih dari 14 juta manusia di seluruh dunia dan menewaskan sedikitnya 606.206 orang, menurut data yang dikumpulkan Universitas Johns Hopkins.
Baca Juga: Uji klinis tahap akhir di Indonesia, ini perjalanan vaksin corona Sinovac
Pekan lalu, perusahaan biotek Moderna merilis data yang menjanjikan tentang percobaan vaksin virus corona potensial, dengan mengatakan itu menghasilkan respon kekebalan kuat. Uji coba itu termasuk terhadap 45 peserta sehat dan dijalankan oleh National Institutes of Health.