kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mohed Altrad: Pantang menyerah mengejar sukses (2)


Rabu, 27 Mei 2015 / 13:51 WIB
Mohed Altrad: Pantang menyerah mengejar sukses (2)
ILUSTRASI. Produsen tepung olahan gandum PT Cerestar Indonesia Tbk


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tri Adi

Menjadi kaya raya tak dibayangkan Mohed Altrad. Dari seorang anak yatim piatu di pedalaman gurun di Suriah, Altrad harus kerja keras membanting tulang untuk mengubah nasib. Kehidupan yang dijalani miliarder pemilik Altrad Group ini bak sebuah kisah dalam novel.

Besar di lingkungan suku Badui, Suriah, Altrad tak tahu tanggal lahirnya secara pasti. Tak ada satu pun dokumen yang bisa memastikan kapan Altrad lahir. Dengan cara mengundi, ia pun memilih 9 Maret sebagai tanggal lahirnya. Adapun tahun kelahiran, ia memilih 1948 lantaran masuk untuk orang seusia dia.

Sejak lahir, Altrad hanya hidup dengan ibunya karena sang ayah menelantarkan keluarganya. Menginjak usia 4 tahun, ibu Altrad meninggal dunia. Altrad kecil pun diasuh oleh sang nenek. Sebagai bagian dari suku Badui, ia pun harus hidup nomaden mengikuti awan hujan untuk bisa bertahan hidup.

Menganut budaya Badui, Altrad tidak dilarang untuk sekolah. Tapi, seorang gembala nomaden tidak perlu berkenalan dengan buku. Namun, Altrad tak tinggal diam. Dengan semangat menggelora, Altred tetap nekat mengecap pendidikan formal.

Altrad menyelinap pergi sebelum neneknya bangun dan berjalan tanpa alas kaki selama satu jam melintasi bukit-bukit pasir untuk mencapai gedung sekolah. Di sekolah, ia seringkali mendapat cibiran dari teman sekelasnya karena statusnya sebagai orang Badui.

Setelah ditinggal cukup lama, ayahnya mengunjungi Altrad di usia tujuh tahun dengan membawa hadiah cukup langka di padang pasir yakni sepeda. Otak bisnisnya berjalan, Altrad muda pun menyewakan sepeda tersebut kepada teman-temannya untuk membeli kebutuhan sekolah.

Kecintaan kepada pendidikan membawa Altrad ke Raqqa untuk belajar di universitas. Tak sia-sia, Altrad mengantongi ijazah sarjana muda. Bahkan, Altrad mendapatkan beasiswa dari pemerintah Suriah untuk belajar di Prancis.

Di tahun 1969, Altrad menjejakkan kaki di Montpellier, sebuah kota di tengah perbatasan Prancis dengan Spanyol dan Italia. Karena tak bisa berbahasa Prancis, Altrad harus menghabiskan beberapa bulan untuk belajar sebelum meneruskan pendidikan.

Pada awal studi di bidang fisika dan Matematika University of Montpellier, hanya sepersepuluh pelajaran yang sanggup dimengerti karena keterbatasan bahasa. Meski sulit, Altrad bukan tipikal orang yang pantang menyerah. Sebaliknya, Altrad getol meningkatkan pemahaman bahasa hingga akhirnya berhasil lulus.

Setelah menyelesaikan pendidikan master, pada tahun 1970-an, Altrad hijrah ke Paris demi mengejar gelar doktor (Ph.D) di bidang ilmu komputer. Sembari melanjutkan pendidikan, ia bekerja sebagai seorang insinyur pada perusahaan teknologi di negeri tersebut. Bukan cuma untuk mendapatkan penghasilan, melainkan juga membantu Altrad untuk mendapat kewarganegaraan Prancis.

Setelah dari Prancis, Altrad memutuskan mencari pengalaman di Abu Dhabi. Bekerja di perusahaan minyak membuat Altrad memiliki tabungan. Nah, dari sinilah, Altrad bersama dengan tiga rekannya mendirikan sebuah perusahaan start up yang memproduksi komputer portabel. Dari hasil usaha barunya ini, Altrad mendapatkan keuntungan sebesar US$ 600.000.

Duit tersebut digunakan untuk membeli sebuah perusahaan mesin perancah konstruksi yang nyaris bangkrut. Walau tak tahu bagaimana bisnis baru tersebut, bersama kawan lamanya Richard Alcock yang ia kenal saat masih di Abu Dhabi, Altrad mengakuisisi 90% saham Mefran.                 

(Bersambung)




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×