Reporter: Femi Adi Soempeno |
PARIS. Airbus SAS harus menghabiskan satu dekade untuk mengatakan bahwa A380 --pesawat yang mengangkut penumpang paling banyak di dunia--- bisa menopang resesi karena pesawat tersebut menyedot ongkos paling murah ketimbang pesawat jet lainnya. Nah, argumen ini kini mulai menghebohkan.
Emirates, pengguna A380 terbesar, menegaskan bahwa jalur penerbangan antara Dubai dan New York yang kini mulai menyusut telah menyumbang ketidaknyamanan dalam tujuh bulan belakangan. Maskapai ini akan beralih pada pesawat yang lebih mini, yaitu Boeing 777.
Airbus telah menyedot US$ 18 miliar untuk mengembangkan A380 untuk 525 tempat duduk. Upaya ini telah membuat Airbus menjadi pembuat pesawat nomor satu di dunia dan bisa melego setiap unit A380 senilai US$ 65 miliar. Nah, Boeing membuat 787 Dreamliner yang bertaruh bahwa perekonomian yang semakin berkembang justru menginginkan pesawat yang lebih kecil untuk melayani semakin banyak rute penerbangan.
"A380 sangat besar dan dalam kondisi sekarang ini sangat sulit untuk mengisinya," kata Frank Skodzik, Analyst untuk Commerzbank di Frankfurt dengan pengurangan peringkat untuk indeuk Airbus, European Aeronautic, Defence & Space Co. "Itu sebabnya, kami melihat ada keterlambatan pengiriman pesawat," tegasnya.
Emirates, yang mengoperasikan empat pesawat Airbus, menyatakan bahwa terdapat sejumlah keterlambatan pengiriman dari 54 pesanan pesawatnya. Sementara itu Air France KLM Group, maskapai terbesar di Eropa, telah tertunda dua pengiriman pesawatnya. Deutsche Lufthansa AG Jerman akan mendapatkan A380 pertamanya tahun ini, atau tahun depan. Pengiriman untuk Kingfisher Airlines Ltd. dari India juga tertunda dari 2012 menjadi 2014.
Asal tahu saja, Airbus berargumen bahwa pesawat A380 yang sangat besar tak ada bandingannya dari segi keekonomisan.
"Apa yang bisa mereka lakukan saat ini adalah mengkonsolidasikan pesawat yang tak bisa mereka lakukan dengan baik pada A380," kata Rohan Suppiah, Analyst untuk Kim Eng Securities Pte di Singapura.