Sumber: Reuters, Wall Street Journal, Market Watch | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA. Para pelaku pasar modal saat ini sedang doyan bermain tebak-tebakan. Pertanyaannya, apakah pada pertemuan Federal Market Open Committee (FOMC) pada 12-13 September besok The Federal Reserve bakal mengumumkan quantitative easing jilid tiga (QE3) atau tidak?
Maklumlah, QE3 saat ini menjadi barang yang paling ditunggu-tunggu oleh para pelaku pasar. Sekadar mengingatkan saja, pasar sudah beberapa kali dibuat kecele oleh The Fed, sebutan top bagi The Federal Reserve. Pasar sudah menunggu-nunggu bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut mengumumkan stimulus ekonomi tersebut sejak beberapa bulan silam.
Nah, kali ini, para pelaku pasar berharap Chairman The Fed Ben Bernanke akan benar-benar mengumumkan stimulus ekonomi tersebut. Apalagi, Presiden European Central Bank Mario Draghi pekan lalu sudah melakukan langkah fantastis untuk menyelesaikan krisis Eropa. Pasar berharap Bernanke mengikuti langkah Draghi. Tambah lagi, data ekonomi teranyar AS rata-rata menunjukkan ekonomi negara adidaya ini masih berada dalam perlambatan.
Sedikit menyegarkan ingatan, Jumat lalu (7/9) Kementerian Tenaga Kerja AS mengumumkan jumlah pekerjaan di luar sektor pertanian, atawa non farm payroll (NFP), hanya bertambah sebanyak 96.000 sepanjang Agustus lalu. Ini jauh lebih kecil ketimbang proyeksi para pengamat yang memprediksi data NFP akan bertambah 123.000. Realisasi tersebut juga lebih kecil ketimbang penambahan pekerjaan di luar sektor pertanian sepanjang Juli, yang mencapai 141.000.
Selain itu, angka indeks aktivitas pabrik AS yang disusun Institute of Supply Management (ISM) juga menyusut, dari 49,8 di Juli menjadi 49,6 di Agustus. Angka indeks di bawah 50 menunjukkan kontraksi di sektor tersebut. Penurunan ini disebabkan lantaran belanja konstruksi dan manufatkru perusahaan-perusahaan di AS turun.
Buruknya kondisi AS inilah yang antara lain membuat pasar yakin kali ini Ben Bernanke akan mengumumkan stimulus ekonomi jilid tiga. Para ekonom sendiri tampaknya semakin yakin The Fed akan menelurkan QE3. Terakhir, UBS ikut menambah panjang daftar perusahaan keuangan yang optimistis bank sentral AS akan merilis stimulus baru tersebut. "Kami sekarang mengantisipasi pengumuman babak lain dari quantitative easing pada FOMC meeting tanggal 13 September," tulis Maury N. Harris, Kepala Ekonom UBS, dalam risetnya kepada investor.
Sebelumnya, perusahaan keuangan seperti JPMorgan Chase & Co, Deutsche Bank dan Goldman Sachs sudah memprediksi QE3 bakal disepakati dalam FOMC meeting Rabu dan Kamis besok. Strategist JPMorgan Alex Roever menuturkan stimulus baru bakal membantu menurunkan suku bunga repo yang harus dibayar AS. "Mengacu pada yang sudah terjadi, stimulus sebelumnya membantu mendorong pendanaan The Fed dan menurunkan bunga repo, seiring permintaan aset setara kas meningkat," sebut Roever.
JPMorgan sangat yakin QE3 akan diumumkan dalam usai FOMC meeting tanggal 13 September mendatang. Menurut pihak JPMorgan, satu-satunya hal yang tidak pasti dari FOMC ini adalah berapa besar nilai stimulus yang akan digelontorkan The Fed.
Nilainya mencapai US$ 500 miliar
Lalu bagaimana bentuk quantitative easing jilid tiga ini? UBS dan Barclays memprediksi nilai suntikan dana dalam QE3 akan mencapai US$ 500 miliar. Tapi prediksi penyaluran dana menurut dua perusahaan keuangan ini berbeda.
Harris, Kepala Ekonom UBS, memprediksi stimulus tersebut akan berwujud program enam bulan, dan terutama akan difokuskan pada pembelian surat utang atawa treasury note. Harris memperkirakan Ben Bernanke akan tetap membuka peluang The Fed melakukan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut, meski kebijakan tersebut sudah berjalan. Artinya, ada kemungkinan penyaluran stimulus akan berjalan lambat.
Sementara Barclays memprediksi The Fed akan menetapkan suku bunga mengambang untuk pembelian aset secara bulanan atau kuartalan. Namun The Fed tidak akan menetapkan batas atas pada program tersebut. "Ini akan menunjukkan neraca keuangan The Fed yang tak terbatas dan kesungguhan The Fed melakukan apapun yang diperlukan untuk memulihkan pasar tenaga kerja," tulis pihak Barclays dalam risetnya.
Barclays memprediksi, penyaluran stimulus US$ 500 miliar tersebut akan dibagi untuk pembelian treasury note plus mortgage-backed securities (MBS). Sebagai tambahan, Barclays memprediksi FOMC akan meneruskan kebijakan bunga rendah hingga akhir 2015. Sebelumnya, perusahaan keuangan Inggris ini memprediksi kebijakan bunga rendah The Fed akan berakhir di pengujung 2014.
Sedangkan Goldman Sachs memprediksi The Fed akan menyalurkan QE3 dalam bentuk program pembelian aset terbuka (open-ended asset) dengan nilai US$ 50 miliar per bulan. The Fed diperkirakan tidak akan menetapkan batas akhir program pembelian tersebut. Program akan terus berjalan dan disesuaikan dengan perkembangan pemulian ekonomi.
Berbeda lagi dengan prediksi JPMorgan. Perusahaan ini memperkirakan The Fed akan mengumumkan stimulus senilai US$ 300 miliar. Namun The Fed akan membuka kemungkinan penambahan nilai stimulus. JPMorgan juga memperkirakan kebijakan ini tidak akan mengubah kebijakan Operation Twist yang sudah diumumkan The Fed sebelumnya.
Namun Morgan Stanley mengambil sikap yang berbeda dengan perusahaan keuangan lain. Perusahaan keuangan ini memperkirakan The Fed masih belum akan mengumumkan QE3 pekan ini.