CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Akibat kenaikan Harga, inflasi global meningkat


Kamis, 11 November 2021 / 13:37 WIB
Akibat kenaikan Harga, inflasi global meningkat
ILUSTRASI. Ilustrasi inflasi. REUTERS/Amit Dave/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD - SEARCH 'GLOBAL BUSINESS 14 NOV' FOR ALL IMAGES


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Inflasi global telah melanda berbagai negara di seluruh dunia. Hingga Oktober 2021, tingkat inflasi menyentuh angka 6,2%, tertinggi sejak 1990 karena kenaikan harga menambah berat perekonomian di saat pandemi. 

Dilansir dari Bloomberg, Kamis (11/11), faktor utama penggerak inflasi seperti pasar perumahan yang fluktuatif dan krisis energi global. 
Para ekonom terkemuka memprediksi lonjakan yang lebih besar dalam beberapa bulan mendatang.

Namun bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed dan Presiden Joe Biden belum berniat mengubah kebijakan. Untuk saat ini, pemerintah masih fokus untuk mengendalikan dampak pandemi Covid-19. 

The Fed, misalnya, mulai mengurangi pembelian obligasi bulan ini, dan cenderung menaikkan suku bunga tahun depan daripada menunggu hingga 2023. 
Kepala ekonom internasional di ING James Knightley mempertanyakan kebijakan The Fed yang dinilai terlalu lamban. 

“Apakah benar-benar dapat dibenarkan, jika ekonomi Anda tumbuh sebesar 6% dan inflasi meningkat sebesar 6% dan tidak ada tanda bahwa ada kehilangan momentum di salah satu indikator tersebut?”

Baca Juga: Warren Buffett sebut banyak orang tak belajar dari sejarah terkait pasar saham

Knightley mengharapkan apa yang disebut tapering off The Fed akan selesai pada kuartal pertama 2022, atau sekitar tiga bulan lebih cepat dari jadwal konsensus. 

Dia memperkirakan dua kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menyusul pada akhir tahun, dengan kemungkinan yang terus meningkat dan bisa berubah menjadi tiga.

Tak hanya Amerika, inflasi juga terjadi di China. Inflasi gerbang pabrik di China mencapai level tertinggi sejak 26 tahun terakhir pada Oktober karena kenaikan harga batu bara di tengah krisis listrik. Hal ini semakin menekan margin keuntungan bagi produsen dan meningkatkan kekhawatiran stagflasi.

Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat, Indeks harga produsen (PPI) naik 13,5% dari tahun sebelumnya, lebih cepat dari kenaikan 10,7% pada September 2021. Ini lebih cepat dari perkiraan analis sebesar 12,4%.  

Kenaikan harga konsumen juga dipercepat, tapi lebih lambat dari biaya barang di gerbang pabrik. Indeks harga konsumen (CPI) naik 1,5% yoy pada Oktober 2021, lebih tinggi 0,7% dari realisasi September lalu. 

Inflasi juga sampai ke Jepang. Inflasi perdagangan grosir di Jepang mencapai level tertinggi selama empat dekade pada Oktober ini, menyusul lonjakan pada harga di gerbang pabrik China karena hambatan pasokan dan kenaikan biaya komoditas mengancam keuntungan perusahaan Asia.

Meningkatnya tekanan biaya, ditambah dengan melemahnya nilai mata uang yen telah menggelembungkan harga barang-barang impor, menambah kepedihan bagi ekonomi terbesar ketiga di dunia itu karena permintaan konsumen merosot yang disebabkan oleh pandemi.

"Kenaikan biaya tentu negatif untuk keuntungan perusahaan. Jika ekonomi terus pulih, perusahaan mungkin dapat membebankan biaya (kepada konsumen) di beberapa titik," kata Atsushi Takeda, kepala ekonom di Itochu Economic Research Institute. 

Bank of Japan mencatat, Indeks harga barang perusahaan (CGPI), yang mengukur harga yang dibebankan perusahaan untuk barang dan jasa mereka, melonjak 8,0% yoy pada Oktober 2021. Nilai itu melebihi ekspektasi pasar yakni kenaikan 7,0%.

Sejauh ini, perusahaan Jepang berhati-hati dalam membebankan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen karena khawatir sektor rumah tangga menahan konsumsi. Itu telah membuat harga konsumen inti naik hanya 0,1% pada bulan September dari tahun sebelumnya.

Selanjutnya: Morgan Stanley sebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa capai 6,5%



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×