Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - HANOI. Vietnam dan Filipina mengingatkan meningkatnya rasa tidak aman di Asia Tenggara pada pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada Jumat (26/6). Ini setelah China meningkatkan kegiatannya di Laut Cina Selatan yang disengketakan selama pandemi virus corona.
Vietnam dan Filipina sudah mengajukan protes ke China pada bulan April 2020 lalu setelah China secara sepihak mendeklarasikan pembentukan distrik administratif baru di pulau-pulau di jalur perairan bermasalah di Laut China Selatan yang juga diklaim menjadi wilayah Vietnam dan Filipina.
"Bahkan ketika wilayah kami berjuang untuk menahan wabah corona (Covid-19), insiden-insiden yang mengkhawatirkan di Laut Cina Selatan terjadi," kata Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam pertemuan secara virtual para pemimpin Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) pada Jumat (16/6) yang dikutip Reuters.
Baca Juga: Kapal tempur AS gelar latihan dengan dua kapal perang Jepang di Laut China Selatan
"Kami meminta para pihak untuk menahan diri dari meningkatkan ketegangan dan mematuhi tanggung jawab di bawah hukum internasional," katanya.
China telah mendorong kehadirannya di Zona Ekonomi Eksklusif dari negara-negara lain, sementara negara lain sibuk menangani pandemi corona. Ini yang mendorong Amerika Serikat (AS) meminta China agar menghentikan perilaku intimidasi di Laut China Selatan.
Pada awal April 2020, Vietnam menyatakan, salah satu kapal penangkap ikannya ditenggelamkan oleh kapal pengawas maritim Tiongkok. China mengatakan klaim Vietnam di laut Cina Selatan adalah ilegal dan pasti akan gagal.
Dalam pidato pembukaannya di KTT ASEAN, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc mengatakan, lembaga internasional dan hukum internasional telah ditantang secara serius selama krisis global.
"Pandemi corona ini mengipasi api tantangan yang tidak aktif dalam lingkungan politik, ekonomi dan sosial dunia dan di setiap wilayah," kata Phuc.
"Sementara seluruh dunia terentang tipis dalam perang melawan pandemi, tindakan dan tindakan yang tidak bertanggung jawab yang melanggar hukum internasional masih terjadi, mempengaruhi lingkungan keamanan dan stabilitas di wilayah tertentu, termasuk di wilayah kami," kata Phuc, yang tidak menyebutkan China sehubungan dengan komentar tersebut.
Baca Juga: AS kerahkan militer secara besar-besaran di Laut China Selatan, begini respons China
Masalah keamanan di Laut Cina Selatan yang disengketakan dengan China ini yang membuat Filipina menangguhkan rencana membatalkan perjanjian kunjungan pasukan atau the Visiting Forces Agreement (VFA) dengan Amerika Serikat (AS).
Bulan lalu, Filipina mengumumkan telah menangguhkan rencana untuk membatalkan VFA. Bagi AS, ini sebuah kesepakatan yang penting untuk melawan meningkatnya kekuatan regional China.
Filipina sempat berniat mengakhiri pakta militer dengan AS tersebut karena dipicu oleh pembatalan visa oleh AS terhadap Ronald Dela Rosa, seorang senator yang menjabat sebagai arsitek utama perang narkoba ala Duterte.
Rencananya pengakhiran pakta militer tersebut akan berlaku pada bulan Agustus 2020.
Baca Juga: Tensi meninggi, Asia Tenggara bakal jadi arena pertarungan antara China dan Amerika?