Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Azis Husaini
Alibaba dan Aramco
Pencatatan di Hong Kong menandakan kembali aktifnya pasar ekuitas global. Apalagi setelah Pemerintah Arab Saudi telah menyatakan untuk menjual 2% saham dari raksasa minyak dalam negerinya Saudi Aramco yang diprediksi bakal memberikan dana segar bagi Aramco senilai US$ 30 miliar. Bila hal ini berjalan sesuai proyeksi, praktis hal ini bakal menggulingkan rekor IPO Alibaba.
Jika kedua kesepakatan ini berhasil, maka Alibaba dan Aramco dapat memberikan harapan baru bagi pasar modal yang hampir mati. Sebab, beberapa investor mulai skeptis terhadap valuasi perusahaan teknologi raksasa yang ditunggu-tunggu.
Baca Juga: Saudi Aramco menyebut risiko serangan teroris dan antimonopoli dalam prospektus IPO
Ambil contoh, saham Uber yang diproyeksi tinggi namun faktanya harga saham telah turun sektiar sepertiga sejak IPO berlangsung di bulan Mei 2019.
Sentimen negatif di sektor teknologi juga bertambah pasca WeWork, perusahaan rintisan (start up) berbagi ruang kantor dipaksa membatalkan rencana IPO dan memilih untuk mencari suntikan dana dari SoftBank Group. Hal ini terjadi lantaran valuasinya turun drastis dari US$ 47 miliar menjadi hanya US$ 8 miliar.
Menurut riset dari Refinitif sejauh ini perusahaan global baru menjual saham senilai US$ 429 miliar melalui IPO sepanjang tahun 2019. Angka tersebut jauh lebih rendah dari total angka di tahun 2018 lalu yang menembus US$ 604 miliar.