Sumber: Bloomberg | Editor: Rizki Caturini
NEW YORK. Bank Sentral AS atawa Federal Reserve (The Fed) dan bank-bank besar AS dalam dua tahun terakhir berjuang merahasiakan detail bailout terbesar dalam sejarah AS. Sekarang, seluruh dunia bisa melihat secara transparan.
The Fed tidak memberitahukan satu pihak pun nama bank yang dalam kesulitan paling parah hingga membutuhkan dana talangan hingga US$ 1,2 triliun pada 5 Desember 2008. Tanggal itu merupakan hari paling kritis dalam perekonomian AS ketika bubble properti mencapai puncaknya.
Kala itu, tidak ada satu bankir pun yang mengaku meminjam puluhan miliar dollar di saat yang sama mereka memberi jaminan kepada investor bahwa perbankan mereka sehat-sehat saja.
Tak seorang pun juga menghitung bahwa perbankan ternyata menuai untung hingga US$ 13 miliar pada kurun waktu Agustus 2007 hingga April 2010 dari mengambil keuntungan ketika kondisi darurat finansial AS terjadi.
Setelah diselamatkan oleh bailout, para bankir melobi pemerintah. Pekerjaan dibuat menjadi lebih mudah oleh The Fed, ketika mereka tidak pernah mengungkapkan rincian penyelamatan kepada anggota parlemen, bahkan kepada anggota kongres. Ini The Fed lakukan untuk menghindari perdebatan yang berpotensi menciptakan keruntuhan berikutnya.
Pejabat The Fed mengatakan, sebagian besar pinjaman telah dikembalikan dan tidak ada kerugian.
Informasi mengenai krisis keuangan pada 2007 hingga 2009 muncul dalam 29.000 lembar dokumen milik The Fed. Besaran bailout muncul ke permukaan, setelah Bloomberg LP, memperjuangkannya melawan The Fed dan grup perbankan besar AS bernama Clearing House Associations LLC atas dasar Undang-Undang Kebebasan Informasi.
The Fed menghindari mengumumkan nama perbankan yang mendapatkan bailout untuk menghindari stigma. Jangan sampai investor menghindari perbankan untuk meminjam lantaran telah mengetahui bank tersebut menerima bailout.
Per Maret 2009, The Fed menggelontorkan dana US$ 7,77 triliun untuk menyelamatkan sistem keuangan AS, ketika krisis properti melanda AS sejak 2007.
The Fed mulai meminjamkan dana pada perbankan AS pada Agustus 2007, Ketika itu kepercayaan pasar terhadap perbankan AS sudah memudar. Langkah ini dilakukan The Fed untuk memperkuat sistem keuangan AS dengan memberi likuiditas melalui uang tunai maupun surat berharga dengan mudah.
Ketika krisis properti berlangsung, The Fed memiliki beberapa program penyelamatan. Pada 2008, The Fed memperluas langkah dengan memberi berbagai fasilitas pinjaman kepada perbankan.
Departemen Keuangan AS waktu itu juga telah memiliki program penyelamatan finansial bernama Troubled Asset Relief Program (TARP) senilai US$ 700 miliar.
Sherill Shaffer, mantan kepala ekonom The Fed di New York, bilang, ketika program TARP membantu melindungi bank sentral dari kerugian, The Fed memberi likuiditas ke perbankan untuk meyakinkan bahwa mereka tidak akan bangkrut.
Kongres meluncurkan TARP pada Oktober 2008, setelah Lehman Brothers Holdings Inc. bangkrut. In membuat institusi keuangan AS sulit mendapat pinjaman. Bank of America dan Citigroup masing-masing menerima US$ 45 miliar dari TARP. Pada waktu yang sama, keduanya juga mendapat pinjaman dari The Fed, yang tidak diketahui kongres.
Pada Januari 2009, pinjaman Citigroup memuncak hingga US$ 99,5 miliar dan Bank of America pada Februari 2009 sebesar US$ 91,4 miliar. Kongres tidak tahu bahwa Morgan Stanley meminjam US$ 107 miliar dari The Fed pada September 2008. Angka ini cukup untuk membayar sepersepuluh hipotek bermasalah di negara itu.
Bryon Dorgan L, mantan senator Demokrat dari Dakota Utara bilang, dengan mengetahui ini, akan mendorong kongres untuk lebih berani menghentikan praktek-praktek yang hampir menyebabkan keruntuhan keuangan AS ini ke depannya.
The Fed dengan pendanaan rahasianya ini membantu perusahaan finansial besar AS mendapatkan untung lebih besar dan memupuk keuntungan sendiri dikala bubble properti terjadi.
Total aset yang dimiliki enam bank terbesar AS yakni JPMorgan, Bank of America, Citigroup Inc., Wells Fargo & Co., Goldman Sachs Group Inc. dan Morgan Stanley meningkat 39% menjadi US$ 9,5 triliun per September 2011, dari US$ 6,8 triliun pada periode yang sama di 2006.