Sumber: Al Jazeera | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - PALESTINA. Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden mendatang di Amerika Serikat (AS) akan menjadi bencana bagi rakyat Palestina dan dunia pada umumnya.
Dalam komentar yang dibuat selama pertemuan dengan legislator Eropa pada Selasa (13/10), Shtayyeh mengatakan, dalam empat tahun terakhir pemerintahan Trump telah sangat merugikan Palestina.
"Jika kita akan hidup empat tahun lagi dengan Presiden Trump, Tuhan tolong kami, semoga Tuhan membantu Anda dan Tuhan membantu seluruh dunia," kata Shtayyeh mengulangi komentar yang dia buat sehari sebelumnya dalam pidato virtual di Parlemen Eropa seperti dikuitp Al Jazeera.
Komentar tersebut juga diposting di halaman Facebook Shtayyeh.
"Jika hal-hal akan berubah di Amerika Serikat, saya pikir ini akan mencerminkan dirinya secara langsung pada hubungan Palestina-Israel," kata Shtayyeh, merujuk pada calon presiden AS dari Partai Demokrat Joe Biden jika memenangkan pemilihan 3 November mendatang.
Dan itu akan mencerminkan juga pada hubungan bilateral Palestina-Amerika.
Baca Juga: UEA, AS dan Israel akan menjalin kerja sama di bidang energi
Warga Palestina biasanya menahan diri untuk tidak mengambil posisi publik yang eksplisit dalam pemilihan presiden AS.
Komentar Shtayyeh mencerminkan rasa putus asa di pihak Palestina setelah serangkaian langkah kontroversial oleh Washington, termasuk pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada akhir 2017 dan selanjutnya relokasi kedutaan di sana.
Pada saat itu, para pemimpin Palestina menilai AS tidak lagi menjadi perantara yang jujur dalam negosiasi.
Setelah itu, AS menutup kantor misi Organisasi Pembebasan Palestina di Washington sebagai tanggapan atas penolakan Otoritas Palestina untuk mengadakan pembicaraan yang dipimpin AS dengan Israel.
Trump juga memotong ratusan juta dolar bantuan AS untuk Palestina, dan awal tahun ini mengeluarkan apa yang disebut "rencana Timur Tengah" yang langsung ditolak oleh Palestina karena terlalu menguntungkan bagi sekutu setia AS, Israel.
Ini membayangkan aneksasi Israel atas petak besar Tepi Barat yang diduduki termasuk pemukiman ilegal Yahudi dan Lembah Jordan yang memberi Israel perbatasan timur permanen di sepanjang Sungai Jordan.
Pemerintahan Trump juga mengatakan tidak lagi menganggap permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur ilegal, membalikkan kebijakan AS selama beberapa dekade. Ini langkah yang dikutuk oleh Palestina dan kelompok hak asasi manusia.
Baca Juga: Penasihat Trump perkirakan banyak negara Arab akan mengikuti langkah UEA dan Bahrain
Baru-baru ini, pemerintahan Trump juga telah membujuk dua negara Teluk Arab, Uni Emirat Arab dan Bahrain, untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel dan mendorong negara-negara Arab lainnya untuk mengikutinya.
Kesepakatan yang diumumkan pada bulan Agustus dikecam Palestina sebagai pengkhianatan berat oleh negara-negara Arab, yang semakin merusak upaya mereka untuk mencapai penentuan nasib sendiri.
Mereka juga melemahkan konsensus tradisional Arab bahwa pengakuan Israel hanya datang sebagai imbalan atas negara Palestina yang merdeka.
Untuk saat ini, mayoritas negara Arab mengatakan mereka tetap berkomitmen pada Inisiatif Perdamaian Arab yang menyerukan penarikan penuh Israel dari wilayah Palestina yang diduduki setelah tahun 1967 dengan imbalan perdamaian dan pembentukan hubungan penuh.