Reporter: Rika Theo |
NEW YORK. Sutradara ternama Ang Lee sukses membesut versi layar lebar adaptasi novel laris “Life of Pi”. Kemarin, film berformat 3D itu tayang perdana dan membuka Festival Film New York ke-50.
Ang Lee tak sembarangan mengangkat cerita novel. Ia mengaku membaca novel karangan Yann Martel ini pada tahun 2001 dan serta-merta takjub. “Life of Pi sungguh kisah yang luar biasa. Saya tak bisa menahan diri untuk menceritakan kisah ini,” tuturnya disambut tepuk tangan penonton.
Ia menambahkan, apa yang ia pikirkan setelah membaca novel itu. “Saya ingat saya berpikir, tak ada orang yang akan mentransfer cerita itu ke film karena kendala teknis untuk memfilmkan kisah itu.”
Namun karena ia telanjur jatuh hati pada pesan spritual novel itu, Lee setuju memfilmkannya. Ia melihat format 3D sebagai satu-satunya cara untuk mewujudkan niatnya, bahkan sebelum Avatar menjadi hits film 3D di box office dunia tahun 2009.
Life of Pi merupakan dongeng spiritual tentang seorang anak laki-laki Hindu yang terdampar di sebuah sekoci penyelamat selama 227 hari. Di perahu itu, ia tak sendirian, tapi bersama seekor hyena tutul, seekor zebra yang terluka, seekor orangutan, dan seekor harimau Bengali bernama Richard Parker.
Ini merupakan film Lee yang paling berisiko sejak Brokeback Mountain di tahun 2005 yang memberinya Oscar sebagai sutradara terbaik.
Pria berusia 57 tahun itu berkata bahwa pembuatan film Life of Pi menghabiskan waktu 4 tahun. Film yang menelan biaya US$ 100 juta itu akan masuk bioskop di Amerika Serikat pada November nanti.
Aktor utama Life of Pi adalah aktor pendatang baru India, Suraj Sharma. Ia terpilih di antara 3.000 calon lainnya.
Sementara itu, pengarang Life of Pi, Yann Martel berkata, ia tak pernah membayangkan novelnya bisa menjelma menjadi film. “Di benak saya memang sangat sinematik, tapi saya tak pernah berpikir dapat melihatnya di layar, karena akan sangat rumit memfilmkannya,” tuturnya.
Resensi-resensi yang membedah film itu sudah mulai bermunculan. Hollywood Reporter menyebutnya, “luar biasa indah” dan memikat berbagai kalangan penonton. Majalah Variety menyebutnya secara visual mempesona namun secara drama masih kurang greget dan kurang menegangkan.