Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. China menolak memberikan data mentah kasus awal COVID-19 kepada tim WHO yang tengah menyelidiki asal-usul pandemi.
Salah satu anggota tim penyelidik WHO menyebut sikap itu mempersulit upaya memahami bagaimana wabah tersebut dimulai.
Tim telah meminta data mentah pasien pada 174 kasus yang telah diidentifikasi China dari fase awal wabah di kota Wuhan, Desember 2019.
Namun, mereka hanya menerima ringkasan, kata Dominic Dwyer, seorang warga Australia sekaligus ahli penyakit menular yang merupakan anggota tim.
Baca Juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19, Sabtu (13/2): Dosis ke-1 sudah 72,19% dari target Nakes
Data mentah seperti itu biasanya akan dianonimkan, tetapi berisi rincian pertanyaan apa yang diajukan kepada pasien, tanggapan mereka, serta tanggapan mereka. Semua itu akan dianalisis oleh tim.
"Itu praktik standar penyelidikan wabah," kata dia kepada Reuters melalui video call dari Sydney.
Akses data mentah tersebut sangat penting karena hanya setengah dari 174 kasus awal yang terpapar di pasar Huanan. Pasar Huanan adalah pusat grosir makanan laut di Wuhan yang sekarang ditutup.
"Itu sebabnya kami bersikeras meminta data mentah," kata Dwyer.
"Mengapa itu tidak terjadi, saya tidak bisa berkomentar. Entah itu politik atau waktu atau sulit. Apakah ada alasan lain mengapa datanya tidak tersedia, saya tidak tahu. Orang hanya akan berspekulasi," sambung dia.
Sementara otoritas China memberikan banyak bahan, dia mengatakan masalah akses ke data pasien mentah akan disebutkan dalam laporan akhir tim.
"Orang-orang WHO pasti merasa bahwa mereka telah menerima lebih banyak data daripada yang pernah mereka terima pada tahun sebelumnya. Jadi itu sendiri sudah merupakan kemajuan."
Ringkasan temuan tim dapat dirilis paling cepat minggu depan, kata WHO pada hari Jumat.
Penyelidikan Tim WHO telah diganggu oleh penundaan, kekhawatiran atas akses, dan pertengkaran antara Beijing dan Washington.
AS menuduh China menyembunyikan sejauh mana wabah awal dan mengkritik ketentuan kunjungan, di mana para ahli China melakukan penelitian tahap pertama.
Tim, yang tiba di China pada Januari dan menghabiskan empat minggu mencari asal-usul wabah, terbatas pada kunjungan yang diselenggarakan oleh tuan rumah. Mereka dicegah dari kontak dengan anggota masyarakat karena pembatasan kesehatan. Bahkan dua minggu pertama dihabiskan di karantina hotel.
Baca Juga: Kasus corona Indonesia bertambah 8.844 pada Sabtu (13/2)
Penolakan China untuk menyerahkan data mentah kasus awal COVID-19 telah dilaporkan sebelumnya oleh Wall Street Journal dan New York Times pada hari Jumat.
WHO tidak membalas permintaan dari Reuters untuk memberikan komentar. Kementerian luar negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar, tetapi Beijing sebelumnya membela transparansi dalam menangani wabah dan kerjasamanya dengan misi WHO.
Di lain sisi, Peter Daszak, seorang ahli zoologi dan anggota lain dari misi WHO, mentweet pada hari Sabtu. Ia memiliki pengalaman berbeda sebagai pemimpin kelompok kerja hewan dan lingkungan misi.
"Saya menemukan kepercayaan dan keterbukaan dengan rekan-rekan saya di China. Kami mendapatkan akses ke seluruh data baru yang penting," katanya dalam menanggapi artikel New York Times.
Daszak tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Baca Juga: China refused to provide WHO team with raw data on early Covid cases
Beijing berusaha menepis anggapan bahwa virus corona berasal dari China, merujuk pada makanan beku impor sebagai saluran.
Pada hari Selasa, Peter Ben Embarek, yang memimpin delegasi WHO, mengatakan pada konferensi pers bahwa penularan virus melalui makanan beku adalah suatu kemungkinan. Namun demikian, dia juga menyebut perdagangan produk beku hewan liar yang dibudidayakan merupakan jalur potensial penularan yang memerlukan studi lebih lanjut.