kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apple Berencana Kurangi Ketergantungan pada Produksi China


Senin, 23 Mei 2022 / 14:45 WIB
Apple Berencana Kurangi Ketergantungan pada Produksi China
ILUSTRASI. Apple berupaya mencari negara baru untuk mengurangi ketergantungan dengan China


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Apple Inc berencana meningkatkan produksinya di luar China. Pasalnya, rantai pasok perusahaan produsen Iphone tersebut telah mengalami gangguan akibat kebijakan ketat pemerintah China untuk meredam Covid-19 dengan melakukan lockdown atau penguncian di sejumlah wilayah.

Selama ini, Apple telah mengandalkan produksi dari China. Sebanyak 90% produksinya berasal dari pabrik di Negeri Panda tersebut. Sementara sisanya di produksi di India dan Vietnam.

Berdasarkan laporan Wall Street Journal, Apple mulai mendesak mitranya di China untuk mempertimbangkan mengalihkan beberapa produksinya ke luar negeri.

Seorang sumber Wall Street Journal mengungkapkan, Vietnam dan India menjadi tujuan Potensial dalam pengalihan produksi dari China.  Kedua negara tersebut dianggap bisa membantu Apple untuk meningkatkan produksi di masa mendatang.

Jika laporan tersebut akurat, penyeimbangan produksi yang dilakukan Apple dari China bisa diikuti oleh perusahaan teknologi lainnya.

Baca Juga: Sengketa Antara Pemilik Aplikasi Tinder dan Google Soal Sistem Pembayaran, Mereda

China saat ini sedang dihadapkan dengan penurunan berkelanjutan investasi asing. Berdasarkan data terbaru dari Institute of International Finance (IIF), sebuah asosiasi perdagangan yang berbasis di AS, arus modal keluar dari negara itu hanya di bulan Maret 2022 saja sudah mencapai US$ 17,5 miliar.

Ini disebut pergeseran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara menurut asosiasi tersebut, pasar negara berkembang lainnya belum melihat reaksi investor sebesar itu selama pandemi.

Penolakan China untuk ikut menentang invasi Rusia ke Ukraina merupakan alasan lain investor dan perusahaan AS mundur dari negara itu. Analis politik khawatir bahwa China selanjutnya akan merasa berani bertindak dalam rencana serangan terhadap Taiwan dengan melihat perang Putin di Ukraina.

Selain itu, kebijakan ketat China dalam menjalankan strategi Zero Covid di tengah krisi energi juga telah memicu kekhawatiran tentang ekonomi domestiknya.

Selain Apple, perusahaan-perusahaan besar seperti Starbucks, Dupont, dan Estée Lauder telah menentang laockdown panjang  yang dilakukan Beijing. Kebijakan itu telah menghambat  operasional dan penjualan  mereka.  Sebelum pandemi, Apple juga termotivasi untuk memindahkan sebagian produksinya ke luar China karena terpapar risiko geopolitik.

Baca Juga: Inflasi Inti Singapura Melesat Jadi 3,3%, Tertinggi dalam 10 Tahun Terakhir

Terlepas dari daftar alasan mengapa China mungkin terlihat kurang menarik bagi perusahaan AS, beberapa analis mengatakan tidak mengharapkan perubahan drastis atau cepat.

Apple telah menghabiskan puluhan tahun membangun pusat perakitan dan hubungan di China, di mana perusahaan itu  memiliki akses terhadap  SDM terampil dan infrastruktur yang solid.

Itu juga memberi akses kepada Apple lebih mudah ke pasar konsumen domestik China yang sangat besar.

Nick Marro, pemimpin perdagangan global di The Economist Intelligence Unit mengatakan, diversifikasi rantai pasokan cukup rumit karena orang selalu membicarakannya. "Ruang rapat senang mendiskusikannya. Tetapi seringkali di penghujung hari orang menemukan itu sulit untuk diterapkan.” katanya kepada CNBC seperti dikutip Quartzs, Senin (23/5).




TERBARU

[X]
×