Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON – Amerika Serikat tetap bergantung pada bahan bakar nuklir dari Rusia, dengan sekitar 20% pasokannya berasal dari Moskow, ungkap Geoffrey Pyatt, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Sumber Daya Energi.
Meski sebelumnya Departemen Energi AS menyatakan kekhawatirannya terhadap ketergantungan ini, upaya untuk mengurangi hingga menghilangkan impor bahan bakar nuklir dari Rusia masih memerlukan waktu.
Baca Juga: AS Selidiki Impor Uranium dari China, Ada Masalah Apa?
"AS masih mendapatkan sekitar 20% bahan bakar nuklirnya dari Rusia, jadi perlu waktu untuk membangun rantai pasokan yang bebas dari Rusia," kata Pyatt dalam sebuah acara yang diselenggarakan think tank Atlantic Council pada Rabu.
Menurut Administrasi Informasi Energi AS (EIA), Rusia memasok sekitar 27% uranium yang diperkaya untuk reaktor nuklir sipil AS pada 2023.
Presiden AS Joe Biden telah menandatangani larangan impor uranium dari Rusia melalui Prohibiting Russian Uranium Imports Act tahun lalu. Namun, sistem pengecualian (waiver) memungkinkan pembelian uranium di bawah kondisi tertentu hingga 2028.
Baca Juga: Balas Sanksi Barat, Vladimir Putin Ancam Pembatasan Ekspor Uranium Rusia
Sebagai tanggapan atas larangan ini, pada November lalu pemerintah Rusia memberlakukan pembatasan sementara ekspor uranium yang diperkaya ke AS.
AS memiliki cadangan uranium sendiri, tetapi produksinya menurun selama beberapa dekade terakhir akibat persaingan pasar dengan produsen asing berbiaya rendah dan kekhawatiran lingkungan.
Nick Lawson, CEO Ocean Wall, mengatakan kepada Financial Times bahwa pembangunan fasilitas baru akan memakan waktu bertahun-tahun dan membutuhkan biaya besar.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah AS telah mengalokasikan US$ 2,72 miliar melalui Prohibiting Russian Uranium Imports Act guna mendanai fasilitas pengayaan uranium di dalam negeri.
Rusia memegang posisi dominan dalam pasar uranium global, dengan kapasitas pengayaan yang mencakup sekitar 44% dari kapasitas dunia. Hal ini menjadikannya pemain terbesar di sektor tersebut.
Sementara itu, harga uranium yang diperkaya melonjak ke rekor tertinggi bulan ini. Ketertarikan perusahaan teknologi besar seperti Microsoft dan Amazon dalam menggunakan bahan bakar ini untuk pusat data energi-intensif mereka semakin mendorong kenaikan harga, terutama di tengah persaingan untuk menguasai pasar AI generatif.
Tonton: Biden Bahas Rencana untuk Serang Situs Nuklir Iran Sebelum Pelantikan Trump