Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - KYIV. Amerika Serikat (AS) menutup kedutaan besarnya di Kyiv pada Rabu pagi setelah menerima informasi spesifik mengenai potensi serangan udara yang signifikan.
Langkah ini dilakukan di tengah kekhawatiran akan kemungkinan pembalasan Rusia menyusul serangan besar Ukraina sehari sebelumnya.
Kedutaan Italia dan Yunani juga menutup operasinya setelah peringatan dari AS, sementara Kedutaan Besar Prancis tetap buka namun mengimbau warganya untuk tetap waspada.
Baca Juga: Rusia Revisi Doktrin Nuklir, Bagaimana dengan AS?
Sirene peringatan serangan udara sempat berbunyi di Kyiv pada siang hari. Angkatan udara meminta masyarakat mencari perlindungan karena ancaman rudal, dan pejabat senior mengingatkan warga untuk tidak mengabaikan peringatan tersebut.
Pada Selasa, Ukraina melancarkan serangan ke depot senjata di wilayah Rusia menggunakan rudal ATACMS buatan AS.
Serangan ini dimungkinkan setelah izin terbaru dari pemerintahan Presiden Joe Biden, yang menandai hari ke-1.000 sejak invasi penuh Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Vladimir Putin Beri Sinyal Kesiapan untuk Perang Nuklir!
Rusia telah berulang kali memperingatkan AS dan sekutunya bahwa serangan Ukraina ke dalam wilayah Rusia menggunakan rudal buatan Barat akan dianggap sebagai eskalasi besar oleh Moskow.
Peringatan dan Kewaspadaan
"Demi kewaspadaan tinggi, kedutaan akan ditutup, dan seluruh karyawan diinstruksikan untuk berlindung di tempat," kata Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya di situs resmi kedutaan.
Kedutaan AS juga merekomendasikan warga negara Amerika di Ukraina untuk bersiap mencari perlindungan jika sirene peringatan berbunyi.
Kremlin tidak memberikan komentar terkait langkah ini. Namun, Kepala Intelijen Luar Negeri Rusia, Sergei Naryshkin, menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa Rusia akan membalas negara-negara NATO yang mendukung serangan rudal jarak jauh Ukraina ke wilayahnya.
Baca Juga: Untuk Kali Pertama, Ukraina Tembakkan Rudal Jarak Jauh ATACMS Buatan AS ke Rusia
Di sisi lain, intelijen militer Ukraina melaporkan bahwa pos komando militer Rusia di Gubkin, wilayah Belgorod—sekitar 168 km dari perbatasan Ukraina—berhasil diserang.
Pernyataan ini mengindikasikan kemungkinan serangan ATACMS kedua, meskipun rincian lebih lanjut tentang pelaku, waktu, atau senjata yang digunakan tidak disebutkan. Ukraina juga diketahui menggunakan drone untuk menyerang target jauh di dalam wilayah Rusia.
Konflik ini memasuki fase genting, dengan seperlima wilayah Ukraina masih dikuasai Rusia.
Sementara itu, pasukan Korea Utara dilaporkan dikerahkan di wilayah Kursk, Rusia, dan ada ketidakpastian mengenai kelanjutan bantuan Barat jika Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Pada Minggu, Rusia melancarkan serangan besar menggunakan rudal dan drone yang menargetkan jaringan listrik nasional Ukraina, menewaskan tujuh orang. Serangan ini menimbulkan kekhawatiran baru atas ketahanan infrastruktur energi Ukraina.
Baca Juga: Rusia Revisi Doktrin Nuklir, Bagaimana dengan AS?
Kedutaan besar AS di Kyiv meminta warganya untuk bersiap menghadapi kemungkinan gangguan listrik dan air akibat serangan Rusia.
"Serangan Rusia yang terus-menerus terhadap infrastruktur sipil dapat menyebabkan pemadaman listrik, hilangnya pemanas, dan terganggunya layanan kota," demikian pernyataan kedutaan.
Pada Selasa, Presiden Rusia Vladimir Putin menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir sebagai respons terhadap serangan konvensional. Namun, AS menyatakan tidak melihat alasan untuk mengubah postur nuklirnya.
Andriy Kovalenko, Kepala Pusat Penanggulangan Disinformasi Ukraina, mengingatkan bahwa Rusia telah menimbun rudal untuk serangkaian serangan ke Ukraina. "Rusia telah mengumpulkan rudal seperti Kh-101, Kalibr, dan balistik untuk digunakan dalam beberapa bulan ke depan," ujarnya.
Serangan drone semalam di Kyiv hanya menyebabkan kerusakan kecil. Militer Ukraina melaporkan menembak jatuh 56 drone, sementara 58 lainnya lolos dari deteksi. Selain itu, dua dari enam rudal yang diluncurkan Rusia juga berhasil dihancurkan.