Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
PEMIMPIN Myanmar Aung San Suu Kyi menunda kunjungan ke Indonesia setelah unjuk rasa demi solidaritas Rohingya pecah di Indonesia.
Laman Wall Street Journal, Senin (28/11), mengungkapkan bahwa juru bicara kementerian luar negeri Myanmar Kyaw Zaya menyatakan unjuk rasa solidaritas Rohingya di Jakarta turut menjadi faktor keputusan penundaan kunjungan Suu Kyi ke Indonesia.
Belum lama ini polisi Indonesia menangkap sejumlah orang yang diduga simpatisan ISIS yang disangka berencana melancarkan serangan bom ke sejumlah gedung di Jakarta, termasuk Kedutaan Besar Myanmar.
Warga Rohingya mengungsi dari negara bagian Rakhine sejak awak Oktober setelah sekelompok militan Rohingya menyerang pos polisi di perbatasan sampai menewaskan sembilan polisi dan mencuri senjata api.
Dari citra satelit yang dirilis bulan ini oleh Human Rights Watch dan potongan video yang diselundupkan keluar oleh para aktivis Rohingya, terlihat sejumlah desa di daerah Maungdaw dibakar.
Sekitar 150.000 orang Rohingya kini kekurangan pasokan makanan dan obat-obatan setelah militer Myanmar menggelar operasi pembersihan yang kabarnya menewaskan paling tidak 69 pemberontak.
Juru bicara Presiden Myanmar Zaw Htay menuduh militan Rohingya sengaja membakar desa mereka sendiri untuk menghancurkan reputasi internasional Myanmar. Pemerintah juga membantah tudingan ada pemerkosaan wanita Rohingya oleh tentara.
Suu Kyi, yang resminya memangku jabatan pembina ketimbang presiden, sangat berhati-hati dalam isu ini dengan mengatakan tidak boleh ada tuduhan dahulu sebelum fakta-fakta telah diketahui.
Para peneliti internasional menyatakan sikap diam seribu bahasa Suu Kyi memberi lampu hijau kepada militer Myanmar untuk membersihkan dan membakar desa-desa dengan tujuan utama mengusir seluruh warga Rohingya ke luar mengungsi ke Bangladesh.
Di bawah konstitusi baru Myanmar, militer mengendalikan kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri serta masalah perbatasan. Artinya pemerintahan Suu Kyi harus berbagi kekuasaan dengan angkatan bersenjata, kendati mereka adalah pemenang Pemilu lalu.
Ini membuat Suu Kyi berada dalam dilemma, antara diam menyikapi perlakuan militer kepada Rohingya sehingga menghadapi krisis kemanusiaan yang makin buruk, atau berbicara keras dengan risiko merusak hubungan baik dengan Tatmadaw, angkatan bersenjata Myanmar.