Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
PERTH. Harga minyak dunia kembali merangsek naik. Minggu kemarin, harga minyak naik lebih dari US$ 1 setelah beberapa perusahaan energi di kawasan Teluk Meksiko memutuskan untuk menutup seluruh fasilitas produksi kilang minyaknya karena ancaman Badai Gustav. Kabarnya, badai ini merupakan badai terbesar yang melanda kawasan itu. Bahkan disinyalir, kekuatannya melebihi Badai Katrina yang juga menyerang Teluk Meksiko pada 2005 lalu.
Badan Ramalan cuaca AS memprediksi, Badai Gustav akan mencapai New Orleans Barat pada Senin siang ini, dengan kecepatan angin sebesar 200 km/jam. Statusnya saat ini merupakan badai kategori 3 dari skala 5.
Meski demikian, pada pagi tadi, harga minyak sedikit mengalami penurunan karena para pedagang (trader) memilih untuk menunggu seberapa besar kerusakan yang akan terjadi akibat badai tersebut.
Untuk informasi, harga minyak jenis light crude untuk pengantaran Oktober naik US$ 1,11 menjadi US$ 116,57 per barel. Sedangkan harga minyak London Brent crude naik 97 sen menjadi US$ 115,02 per barel.
“Memang, Gustav merupakan badai yang sangat berbahaya. Namun saya melihat para pelaku pasar memilih untuk menunggu dan melihat seberapa jauh dampak badai terhadap kerusakan fasilitas dan infrastruktur kilang minyak sebelum mereka mengambil langkah besar,” kata Gerard Burg, analis komoditi National Bank of Australia di Melbourne. Menurut Burg, hal itulah yang kemudian membuat investor berhati-hati dalam menentukan langkahnya.
Sembilan Perusahaan Minyak Tutup
Asal tahu saja, ancaman Badai Gustav tersebut membuat para perusahaan energi tidak mau mengambil risiko. Mereka memutuskan untuk menghentikan lebih dari 96% produksi di Teluk. Selain itu, menurut Layanan Manajemen Mineral AS (US Minerals Management Service), para perusahaan energi juga menghentikan sekitar 82% produksi gas alam sejak Minggu sore kemarin. Catatan saja, dalam kondisi normal, kawasan Teluk memproduksi minyak hampir seperempat dari total produksi AS dan sekitar 15% dari gas alam kebutuhan domestik.
Setidaknya, sekitar sembilan perusahaan penyulingan minyak, yang jika ditotal memiliki kapasitas produksi sebesar 2,2 juta bpd ditutup. Sementara beberapa perusahaan lainnya memutuskan untuk mengurangi jumlah produksinya karena ancaman badai tersebut.
Adanya penutupan beberapa infrastruktur utama, termasuk tempat pengantaran Henry Hub dan pelabuhan minyak lepas pantai Louisiana, membuat New York Merchantile Exchange (NYMEX) mengumumkan untuk merevisi kewajiban pengantaran untuk kontrak perdagangan gas alam pada bulan Agustus dan September.
Selain itu, adanya ketegangan politik antara Rusia dan pihak Barat juga ikut mengerek harga minyak. Pemimpin Kremlin Dmitry Medvedev pada Minggu kemarin mengatakan, Rusia sebenarnya tidak menginginkan adanya konfrontasi dengan Barat. Namun, pihaknya akan balas menyerang jika diserang terlebih dulu. Sekadar informasi, Rusia merupakan eksportir terbesar untuk gas alam dan eksportir kedua terbesar untuk minyak ke kawasan Eropa.
Sementara itu, Minggu kemarin, Menteri Perminyakan Iran mengatakan US$ 100 merupakan harga terendah untuk minyak dunia. Iran yang merupakan produsen kedua terbesar di OPEC bilang pada beberapa minggu belakangan, jumlah minyak yang beredar di pasar terlalu berlebihan seiring turunnya harga minyak lebih dari US$ 30 per barel dari rekor tertingginya.
Kabarnya, negara-negara OPEC akan mengadakan pertemuan pada 9 September di Vienna untuk mendiskusikan tentang kebijakan produksinya. Sebelumnya, Venezuela dan Ekuador berharap bahwa OPEC tetap mempertahankan jumlah produksinya seperti sekarang ini.