kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.462.000   9.000   0,37%
  • USD/IDR 16.663   -15,00   -0,09%
  • IDX 8.660   40,02   0,46%
  • KOMPAS100 1.192   10,20   0,86%
  • LQ45 848   1,27   0,15%
  • ISSI 313   2,80   0,90%
  • IDX30 434   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 501   -0,35   -0,07%
  • IDX80 134   1,11   0,84%
  • IDXV30 138   1,59   1,16%
  • IDXQ30 138   -0,09   -0,07%

Bangun Tembok Hijau Raksasa, China Malah Picu Masalah Air Baru


Sabtu, 13 Desember 2025 / 07:21 WIB
Bangun Tembok Hijau Raksasa, China Malah Picu Masalah Air Baru
ILUSTRASI. Pada 1978 China meluncurkan proyek Three-North Shelterbelt, atau yang lebih dikenal sebagai “Tembok Hijau Raksasa”. KONTAN/Fenie Chintya


Sumber: Popular Mechanics,Popular Mechanics | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Tak ada yang meragukan kemampuan China dalam membangun. Bendungan terbesar di dunia ada di sana. Jaringan kereta cepat terpanjang? China. Ladang angin terbesar? China. Pembangkit listrik tenaga surya terbesar? Awalnya disangka Argentina, tapi ternyata juga China. Bahkan untuk bangunan kuno terbesar pun, China tak kalah.

Di balik agresivitas pembangunan itu, China juga gencar “membangun” alamnya. Terinspirasi dari proyek-proyek raksasa tersebut, pada 1978 China meluncurkan proyek Three-North Shelterbelt, atau yang lebih dikenal sebagai “Tembok Hijau Raksasa”. Tujuannya sederhana namun ambisius: menahan erosi tanah dan mengurangi badai pasir di wilayah utara. Media pemerintah menyebut proyek ini resmi rampung tahun lalu.

Melansir Popular Mechanics yang mengutip Reuters, China telah menanam hutan seluas sekitar 116.000 mil persegi. Alhasil, tutupan hutan nasional melonjak dari hanya 10% pada 1949 menjadi sekitar 25% pada 2024. Namun, studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Earth’s Future menunjukkan bahwa penambahan pohon dalam skala masif ini membawa dampak tak terduga terhadap distribusi air di China.

Peneliti dari Tianjin University, China Agricultural University di Beijing, dan Utrecht University di Belanda menemukan bahwa sepanjang 2001–2020, peningkatan vegetasi justru mengurangi ketersediaan air di wilayah timur yang dipengaruhi monsun dan wilayah barat laut yang kering. Ini krusial, mengingat dua kawasan tersebut mencakup sekitar 74% dari total daratan China.

Studi itu menjelaskan bahwa program penghijauan seperti Tembok Hijau Raksasa, ditambah inisiatif lain seperti Grain for Green Program dan Natural Forest Protection Program yang dimulai sejak 1999, meningkatkan evapotranspirasi. Istilah ini merujuk pada gabungan penguapan air dari permukaan tanah dan pelepasan uap air oleh tanaman melalui pori-pori daun.

Baca Juga: Australia Ubah Peta Medsos Lewat Larangan Pengguna Muda

“Perubahan ini memengaruhi pola curah hujan, dengan lebih banyak kelembapan mengalir ke Dataran Tinggi Tibet sehingga ketersediaan air di sana meningkat,” tulis para peneliti. “Sebaliknya, wilayah timur dan barat laut China justru mengalami penurunan ketersediaan air, dengan dampak terbesar dirasakan wilayah barat laut.”

Lebih jauh, penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan yang cepat, misalnya padang rumput yang diubah menjadi hutan atau lahan pertanian yang menjadi padang rumput, memberi dampak berbeda pada evapotranspirasi, curah hujan, dan ketersediaan air. Padang rumput yang berubah menjadi hutan, misalnya, memang meningkatkan curah hujan, tetapi justru mengurangi air yang bisa dimanfaatkan.

Masalahnya, distribusi air di China memang sudah timpang. Wilayah utara menampung sekitar 46% populasi dan lebih dari separuh lahan pertanian, tetapi hanya memiliki sekitar 20% sumber daya air nasional. Karena itu, para peneliti menegaskan bahwa dampak perubahan siklus air ini harus menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan reboisasi ke depan.

Tonton: Transaksi Harbolnas 2025 Ditargetkan Mencapai Rp 35 Triliun

“Temuan kami menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan dapat menggeser sumber daya air antarwilayah,” tulis para penulis. “Memahami dampak ini sangat penting untuk perencanaan pengelolaan lahan dan air yang berkelanjutan di China.”

Kesimpulan

Upaya besar-besaran China menanam puluhan miliar pohon memang sukses memperluas tutupan hutan dan menekan degradasi lingkungan, tetapi riset terbaru menunjukkan bahwa reboisasi skala raksasa juga dapat mengganggu keseimbangan siklus air. Alih-alih merata, air justru berpindah ke wilayah tertentu seperti Dataran Tinggi Tibet, sementara kawasan padat penduduk dan pertanian di timur serta barat laut mengalami kekurangan. Temuan ini menjadi pengingat bahwa kebijakan hijau tidak cukup hanya menanam pohon, tetapi juga harus memperhitungkan dampak hidrologi jangka panjang agar tidak menciptakan krisis baru.

Selanjutnya: 4 Manfaat Hypochlorous Acid untuk Wajah, Kulit Berjerawat Wajib Coba

Menarik Dibaca: 4 Manfaat Hypochlorous Acid untuk Wajah, Kulit Berjerawat Wajib Coba




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×