Sumber: Al Jazeera | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Bank Dunia baru-baru ini memperkirakan bahwa Ukraina akan membutuhkan hingga US$ 411 miliar atau setara dengan Rp 6,19 triliun untuk membangun kembali negaranya yang hancur akibat perang.
Dalam laporan yang mereka rilis hari Rabu (22/3), Bank Dunia bahwa jumlah itu akan dibutuhkan selama jangka waktu 10 tahun. Angka itu juga harus dianggap sebagai batas minimum karena kerusakan masih akan terus bertambah.
Penilaian tersebut ditaksir oleh Bank Dunia, pemerintah Ukraina, Komisi Eropa, serta PBB. Jumlahnya naik dari US$ 349 miliar yang mereka perkirakan pada bulan September 2022.
Mengutip Al Jazeera, laporan itu menghitung kerusakan langsung pada bangunan dan infrastruktur sebesar US$ 135 miliar hingga saat ini. Jumlah itu belum termasuk dampak ekonomi yang lebih luas dari konflik yang berlangsung lebih dari setahun.
Baca Juga: Pejabat Bank Sentral Eropa Perkirakan Suku Bunga Naik Lebih Tinggi Demi Tekan Inflasi
Di tahun 2023 saja, Ukraina diperkirakan butuh US$ 14 miliar untuk rekonstruksi kritis dan prioritas serta investasi pemulihan.
IMF pada hari Selasa (21/3) mengatakan mereka mencapai kesepakatan tingkat staf dengan Ukraina untuk paket pembiayaan empat tahun senilai sekitar US$ 15,6 miliar.
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Eropa dan Asia Tengah, Anna Bjerde, mengatakan rekonstruksi Ukraina akan memakan waktu beberapa tahun dan butuh miliaran dolar per bulannya agar pembangunan bisa terus berjalan.
"Mendukung layanan penting ini terus menjadi prioritas, dan Ukraina membutuhkan sekitar US$ 3-4 miliar per bulan untuk mempertahankannya," kata Bjerde.
Baca Juga: Putin: Proposal dari China Akan Jadi Dasar Perdamaian di Ukraina
Hingga saat ini, Bank Dunia menyebut invasi Rusia telah membuat pertumbuhan ekonomi Ukraina mundur hingga 15 tahun, memangkas PDB hingga 29%, dan sukses mendorong 1,7 orang ke jurang kemiskinan.
Menurut Bank Dunia, penting bagi Ukraina untuk menjaga sektor bisnis swasta dan upaya pemulihan tetap berjalan, bahkan ketika pertempuran sengit masih berkecamuk di timur negara itu.
"Bagi Ukraina, pilihan untuk menunda pembangunan berisiko membuat mereka menetap dalam situasi pertumbuhan rendah atau tidak sama sekali dan menghadapi tantangan sosial yang besar setelah perang berakhir," ungkap Bank Dunia.
Ukraina juga diminta untuk lebih memperhatikan sektor energi yang mengalami lonjakan kerusakan terbesar belakangan ini. Total kerusakan di sektor energi saat ini bahkan lima kali lebih besar dibandingkan musim panas lalu.