Sumber: Associate Press | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Pada Maret 2020, Lebanon gagal membayar utangnya, merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah negara itu. Kegagalan ini disebabkan oleh mata uang lokal kehilangan lebih dari 85% nilainya.
Selama beberapa dekade, Lebanon seperti dikuasai sosok elit politik yang sama. Banyak dari mereka adalah mantan panglima perang dan komandan milisi dari perang saudara. Korupsi jadi hal lumrah dan telah meluas selama beberapa dekade terakhir, mendorong Lebanon mendekati kebangkrutan.
Krisis telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir di tengah perebutan kekuasaan antara presiden dan perdana menteri baru yang menunda pembentukan pemerintahan baru.
Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri beberapa hari setelah ledakan di pelabuhan Beirut bulan Agustus lalu. Sejak saat itu, Lebanon berjalan tanpa pemerintahan yang lengkap.
Saad Hariri yang ditunjuk sebagai perdana menteri baru hingga saat ini masih belum menyusun pemerintahannya karena beberapa pertentangan dengan sang presiden, Michel Aoun.
"Lebanon menghadapi penipisan sumber daya yang berbahaya, termasuk sumber daya manusia. Hanya pemerintah yang berpikiran reformatif yang bisa membawa Lebanon menuju pemulihan ekonomi dan keuangan," ungkap Saroj Kumar Jha, direktur regional Bank Dunia.
Bank Dunia menilai, kelambanan dalam mengambil kebijakan serta tidak adanya pemerintahan yang berfungsi penuh mengancam kondisi sosial ekonomi yang memang sudah dalam keadaan sangat buruk.