Sumber: Associate Press | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Krisis ekonomi yang dihadapi Lebanon dalam beberapa tahun terakhir diakui Bank Dunia sebagai salah satu yang terburuk dalam 150 tahun.
Pada hari Selasa (1/6), Bank Dunia mengungkap bahwa sejak akhir 2019 Lebanon telah menghadapi tantangan yang rumit, termasuk krisis ekonomi dan keuangan. Belum lagi serangan pandemi Covid-19 hingga ledakan di pelabuhan Beirut tahun lalu yang dianggap jadi salah satu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah.
"Krisis ekonomi dan keuangan kemungkinan akan menempati peringkat 10 besar, mungkin 3 teratas, dalam daftar krisis paling parah secara global sejak pertengahan abad kesembilan belas," ungkap Bank Dunia dalam laporannya, seperti dilansir AP.
Baca Juga: Bahas krisis Lebanon, Paus Fransiskus gelar pertemuan khusus
Dalam laporannya hari Selasa, Bank Dunia mengatakan PDB Lebanon diproyeksikan berkontraksi 9,5% pada 2021, setelah menyusut 20,3% pada 2020 dan 6,7% tahun sebelumnya.
PDB Lebanon anjlok dari hampir US$ 55 miliar di tahun 2018, menjadi sekitar US$ 33 miliar pada 2020. Sementara PDB per kapita turun sekitar 40% dalam hitungan dolar.
"Penyusutan brutal seperti itu biasanya dikaitkan dengan konflik atau perang,” tulis Bank Dunia.
Saat ini puluhan ribu orang telah kehilangan pekerjaan, banyak di antaranya memutuskan meninggalkan negara itu untuk mencari peluang di luar negeri. Hampir setengah dari 5 juta penduduk Lebanon hidup dalam kemiskinan.
Perwakilan Bank Dunia akan mengunjungi Lebanon
Laporan tersebut dirilis dua hari sebelum wakil presiden Bank Dunia untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Ferid Belhaj dan direktur eksekutifnya, Merza Hussain Hasan, dijadwalkan tiba di Lebanon untuk bertemu dengan para pejabat Lebanon.
Dilansir dari AP, perwakilan Bank Dunia diagendakan untuk mendesak pemimpin Lebanon agar segera mengatasi krisis ekonomi serta politik yang melanda.
Baca Juga: Krisis ekonomi Lebanon diwarnai mogok kerja pagawai sektor publik
Pada Maret 2020, Lebanon gagal membayar utangnya, merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah negara itu. Kegagalan ini disebabkan oleh mata uang lokal kehilangan lebih dari 85% nilainya.
Selama beberapa dekade, Lebanon seperti dikuasai sosok elit politik yang sama. Banyak dari mereka adalah mantan panglima perang dan komandan milisi dari perang saudara. Korupsi jadi hal lumrah dan telah meluas selama beberapa dekade terakhir, mendorong Lebanon mendekati kebangkrutan.
Krisis telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir di tengah perebutan kekuasaan antara presiden dan perdana menteri baru yang menunda pembentukan pemerintahan baru.
Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri beberapa hari setelah ledakan di pelabuhan Beirut bulan Agustus lalu. Sejak saat itu, Lebanon berjalan tanpa pemerintahan yang lengkap.
Saad Hariri yang ditunjuk sebagai perdana menteri baru hingga saat ini masih belum menyusun pemerintahannya karena beberapa pertentangan dengan sang presiden, Michel Aoun.
"Lebanon menghadapi penipisan sumber daya yang berbahaya, termasuk sumber daya manusia. Hanya pemerintah yang berpikiran reformatif yang bisa membawa Lebanon menuju pemulihan ekonomi dan keuangan," ungkap Saroj Kumar Jha, direktur regional Bank Dunia.
Bank Dunia menilai, kelambanan dalam mengambil kebijakan serta tidak adanya pemerintahan yang berfungsi penuh mengancam kondisi sosial ekonomi yang memang sudah dalam keadaan sangat buruk.