Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Tingkat utang di antara negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah diperkirakan bakal meningkat tajam pada tahun 2021, dengan China menyumbang 66% dari pinjaman oleh kreditor bilateral resmi. Asal tahu saja, laporan resmi baru akan rilis bulan depan.
Mengutip Reuters (13/11), Presiden Bank Dunia David Malpass menggarisbawahi perlunya mengurangi utang negara-negara miskin. Ia memperjelas bahwa kreditur sektor swasta juga perlu berpartisipasi dalam pengurangan utang,
Sejatinya, Kelompok 20 (G20) yang merupakan ekonomi utama dan Paris Club telah menciptakan kerangka kerja umum untuk perawatan utang pada akhir 2020 untuk membantu negara-negara mengatasi dampak pandemi Covid-19, tetapi implementasinya telah terhenti.
Data awal yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada bulan Juni menunjukkan, stok utang luar negeri negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah naik, rata-rata, 6,9% pada tahun 2021 menjadi US$ 9,3 triliun, melampaui pertumbuhan 5,3% yang terlihat pada tahun 2020.
Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Akan Tiba di Bali pada Hari Ini (13/11)
Malpass menyebut, para kreditur Chad mencapai kesepakatan pertama yang dinegosiasikan di bawah kerangka kerja minggu ini, tetapi hal itu membuat keberlanjutan utang jangka panjang negara itu dipertanyakan karena tidak termasuk pengurangan utang yang sebenarnya.
Selain itu, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan pejabat Barat menjadi semakin lantang menyuarakan rasa frustrasi mereka terhadap China, yang sekarang menjadi kreditur bilateral resmi terbesar di dunia, dan pemberi pinjaman sektor swasta karena tidak bergerak maju lebih cepat.
"Ini menunjukkan bahwa jumlah utang tumbuh secara substansial ... dan jumlah utang ke China sekitar 66% dari total kreditur bilateral resmi," katanya,
Ia menyebut laporan tersebut memperjelas bahwa pengurangan utang perlu diperluas secara luas untuk memasukkan sektor swasta dan China, sembari menambahkan bahwa masalah utang secara keseluruhan akan menjadi topik besar pada pertemuan para pemimpin G20 mendatang.
Pejabat IMF dan Bank Dunia mengatakan 25% dari pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang berada dalam atau mendekati kesulitan utang, dan jumlahnya meningkat menjadi 60% untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah. Guncangan iklim, kenaikan suku bunga, dan inflasi telah meningkatkan tekanan pada ekonomi yang masih pulih dari Covid-19.
Baca Juga: Presiden Jokowi dan Xi Jinping Batal Ujicoba Langsung Kereta Cepat Jakarta Bandung
Malpass juga menyerukan pekerjaan yang lebih cepat pada restrukturisasi utang untuk Zambia, yang pertama kali meminta bantuan di bawah kerangka umum pada awal 2021.
"Ada urgensi untuk menyelesaikannya agar pengurangan utang bisa terjadi dan Zambia bisa mulai menarik investasi baru yang dibutuhkan," katanya.
Untuk Chad dan Zambia, Malpass menilai sangat penting untuk mempercepat proses dan memberlakukan pengurangan utang yang nyata. "Semakin lama prosesnya berlangsung, semakin sulit bagi negara dan orang-orang di negara itu untuk bangkit kembali." pungkasnya.