Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Yudho Winarto
MOSKOW. Rusia terus membawa kejutan. Kali ini, Rusia mengejutkan pemain valuta asing (valas) dan perbankan dalam negeri. Selera investor kembali mengempis setelah Bank Sentral Rusia mengambil langkah mengejutkan dengan merilis rencana pembelian mata uang asing hingga miliaran dollar.
Bank sentral Rusia berambisi mempertebal cadangan devisa dengan cara menggelontorkan dana setara US$ 140 miliar. Dana jumbo ini akan digunakan untuk membeli dollar Amerika Serikat (AS) dan mata uang kuat dunia lain.
Gubernur Bank Sentral Rusia, Elvira Nabiullina menyatakan, dana ratusan miliaran rubel merupakan alat bantu pemerintah untuk memperbesar cadangan devisa hingga mencapai target US$ 500 miliar.
Rusia berencana mencapai target ini dalam tempo beberapa tahun lagi. Sebagai gambaran, cadangan devisa Rusia sebesar US$ 356,5 miliar di pekan lalu. Cadangan devisa ini meningkat tipis dari posisi terendah selama delapan bulan terakhir.
Yakni pada April yang sebesar US$ 350,5 miliar. Meski baru mengungkap ke publik, Bank Sentral Rusia telah berbelanja valas sejak pertengahan Mei lalu. Bank sentral telah menghabiskan dana US$ 2,9 miliar atau sebanyak US$ 100 juta-US$ 200 juta saban hari.
Rusia berambisi mempertebal cadangan devisa sebagai upaya mempertahankan diri dari guncangan di masa depan. Rusia khawatir terhadap masa depan ekonominya di tengah sanksi negara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) dan ancaman resesi ekonomi yang dipicu anjloknya harga minyak.
Sayangnya, niatan baik Pemerintah Rusia tidak disukai pelaku pasar. Sebab, nilai tukar rubel terhadap dollar AS kembali merosot sejak pertengahan Mei. Dalam dua pekan terakhir, rubel kembali menyandang predikat sebagai mata uang paling volatil sedunia.
Rubel telah melemah ke level 56, dari posisi 50 pada pertengahan Mei. “Kami berharap Bank sentral berhenti membeli dollar karena pelemahan rubel sudah signifikan. Ini sentimen negatif sekali," ujar Oleg Kouzmin, ekonom Renaissance Capital, seperti dikutip Bloomberg, kemarin.
Kouzmin menilai, rencana bank sentral menambah risiko ekonomi Rusia, di luar faktor minyak dan geopolitik.