Sumber: Fortune | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bernard Arnault, tokoh terkemuka di dunia bisnis Eropa sekaligus pendiri dan pemimpin konglomerat mewah LVMH, kini menghadapi sorotan tajam dari media Prancis terkait upayanya mengendalikan komunikasi antara karyawannya dan media.
Larangan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Arnault dan dunia pers, serta perannya yang kian meluas di industri media. Dengan kekayaan senilai US$183 miliar, meskipun mengalami penurunan akibat perlambatan industri mewah tahun ini, Arnault tidak hanya berpengaruh dalam bisnis, tetapi juga dalam sektor media.
Larangan Berbicara dengan Pers: Memicu Kemarahan Jurnalis Prancis
Pada Januari 2024, Arnault mengeluarkan memo internal yang melarang karyawan LVMH untuk berbicara dengan sejumlah media, baik Prancis maupun berbahasa Inggris, seperti Glitz Paris, Miss Tweed, Puck, dan La Lettre.
Memo ini memperingatkan bahwa pelanggaran terhadap larangan tersebut akan dianggap sebagai pelanggaran serius dengan konsekuensi berat. Arnault menuduh beberapa media memanfaatkan citra industri mewah untuk menyebarkan berita sensasional tentang perusahaannya.
Baca Juga: Kekayaan Bernard Arnault, CEO Konglomerat Barang Mewah LVMH Rontok
Namun, langkah ini memicu kemarahan di kalangan jurnalis Prancis. Mereka menanggapinya dengan surat terbuka yang diterbitkan di surat kabar Le Monde pada Selasa, mengecam upaya Arnault yang dianggap melemahkan "misi pers."
Beberapa publikasi ternama seperti Le Figaro, AFP, serta dua media yang dimiliki oleh Arnault—Les Échos dan Le Parisien—juga menolak larangan ini, dengan menyatakan bahwa loyalitas karyawan "tidak seharusnya membuat mereka kehilangan hak fundamental untuk berinteraksi dengan individu pilihan mereka."
Surat terbuka tersebut bahkan menuduh larangan Arnault sebagai tindakan "ilegal" yang dapat menghalangi para pelapor pelanggaran (whistleblowers) untuk mengungkapkan kebenaran. Hingga kini, LVMH belum memberikan tanggapan resmi terhadap permintaan komentar dari publikasi Fortune.
Ketegangan Arnault dengan Media Prancis
Langkah ini bukan pertama kalinya Arnault berselisih dengan media. Pada tahun 2007, ketika LVMH berupaya membeli Les Échos dari penerbit Inggris Pearson, jurnalis menentang langkah tersebut, khawatir bahwa kepemilikan Arnault akan merusak integritas editorial surat kabar tersebut.
Ketegangan ini kembali mencuat tahun lalu ketika editor-in-chief Les Échos, Nicolas Barré, mengundurkan diri setelah 10 tahun, sebuah langkah yang memicu spekulasi tentang campur tangan LVMH.
Baca Juga: Elon Musk: Calon Triliuner Pertama Dunia?
Arnault juga menghadapi kecaman media saat ia dikonfirmasi sedang mengejar kewarganegaraan Belgia pada 2012, yang menyebabkan dirinya menjadi sasaran ejekan publik.
Ekspansi Arnault di Dunia Media
Seiring berjalannya waktu, Arnault semakin memperluas kekuasaannya di sektor media. Selain Les Échos dan Le Parisien, Arnault juga memiliki Radio Classique dan saat ini sedang mempertimbangkan untuk membeli majalah gosip Paris Match, yang terkenal karena liputannya tentang kehidupan selebriti Prancis.
Dalam sidang senat Prancis tahun 2022, Arnault menyebut alasan di balik investasinya di media sebagai bentuk "filantropi." Menurutnya, jika ia tidak menginvestasikan dananya di media tersebut, mereka mungkin akan bangkrut mengingat lanskap media yang terus berubah.
Meskipun demikian, banyak yang meragukan klaim ini, mengingat besarnya pengaruh Arnault terhadap opini publik dan keputusannya yang bisa memengaruhi arah pemberitaan media yang dimilikinya.
Implikasi dari Pengaruh Arnault terhadap Kebebasan Pers
Ketegangan antara Bernard Arnault dan media Prancis menimbulkan pertanyaan serius tentang kebebasan pers di negara tersebut. Dengan kepemilikannya atas beberapa media besar, banyak pihak khawatir bahwa Arnault memiliki kekuatan untuk mengendalikan narasi yang disajikan kepada publik, terutama yang berkaitan dengan bisnisnya dan keluarga.
Larangan berkomunikasi dengan media tertentu juga memunculkan kekhawatiran bahwa karyawan tidak akan merasa bebas untuk melaporkan pelanggaran internal atau menyampaikan informasi penting kepada pers.
Baca Juga: Kekayaan Mark Zuckerberg US$200 Miliar: Di Mana Posisi Dia di Antara Miliarder Dunia?
Meski Arnault mungkin melihat investasinya di media sebagai upaya untuk melestarikan institusi-institusi tersebut, kenyataan bahwa ia memiliki kendali besar atas media yang memiliki peran penting dalam demokrasi menimbulkan risiko terhadap independensi editorial.
Surat terbuka yang diterbitkan oleh para jurnalis menunjukkan ketakutan akan tekanan internal yang dapat membungkam suara-suara kritis di dalam perusahaan, yang pada akhirnya dapat merusak kepercayaan publik terhadap media.