Sumber: Reuters | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. CEO McDonald's Chris Kempczinski mengatakan bahwa beberapa pasar di Timur Tengah dan beberapa pasar di luar kawasan mengalami dampak bisnis yang berarti karena konflik Israel-Hamas serta informasi yang salah terkait tentang merek tersebut.
Jaringan restoran cepat saji besar di Barat termasuk McDonald's dan Starbucks telah mengalami kampanye boikot yang sebagian besar dilakukan secara spontan dan dilakukan oleh akar rumput karena sikap mereka yang pro-Israel dan dugaan adanya hubungan keuangan dengan Israel.
Kempczinski mengatakan misinformasi seputar merek seperti McDonald's mengecewakan dan tidak berdasar.
Baca Juga: McDonald's Malaysia Menggugat Gerakan "Boikot Israel" Senilai US$1 Juta
“Di setiap negara tempat kami beroperasi, termasuk negara-negara Muslim, McDonald’s dengan bangga diwakili oleh pemilik operator lokal yang bekerja tanpa kenal lelah untuk melayani dan mendukung komunitas mereka sambil mempekerjakan ribuan warganya,” kata Kempczinski dalam postingan LinkedIn.
Pada bulan Oktober, McDonald's Israel mengatakan di akun media sosialnya bahwa mereka telah memberikan ribuan makanan gratis kepada personel Pasukan Pertahanan Israel.
Hal ini kemudian ditolak oleh waralaba McDonald's di beberapa negara Muslim, hal ini menyoroti polarisasi politik regional yang dihadapi perusahaan-perusahaan global selama perang.
Baca Juga: Boikot Produk Pro Israel Meluas Di Arab & Afrika, Di Indonesia Juga Makin Masif
Beberapa merek Barat merasakan dampak boikot di Mesir dan Yordania yang kini juga terjadi di beberapa negara di luar kawasan Arab termasuk Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim.
Pada tahun fiskal 2022, perusahaan ini mewaralabakan dan mengoperasikan sekitar 40.275 restoran McDonald's di lebih dari 100 negara. Rantai makanan cepat saji ini melaporkan total pendapatan tahunan sebesar US$ 23,18 miliar pada tahun tersebut.